Al-Baqarah ayat 230

15.33 Add Comment
Al-Baqarah ayat 230
“Kemudian jika si suami mentalaknya (talak yang ketiga), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya, sampai dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, siterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”.
Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Muqatil bin Hibban: Bahwa turunnya ayat ini (Al-Baqarah : 230) berkenaaan dengan pengaduan ‘Aisyah binti Abdurrahman bin ‘Atik kepada Rasulullah Saw bahwa ia telah ditalak oleh suaminya yang kedua (Abdurrahman bin Zubair Al-Quradzi) dan akan kembali kepada suaminya yang pertama (Rifa’ah bin Wahab bin ‘Atik) yang telah mentalak “bain” kepadanya. ‘Aisyah berkata: “Abdurrahman bin Zubair telah mentalak saya sebelum menggauli. Apakah saya boleh kembali kepada suami saya yang pertama?” Nabi menjawab: “Tidak, kecuali kamu telah digauli suamimu yang kedua”.
Kejadian ini membenarkan seorang suami yang telah mentalak “bain” istrinya, mengawini kembali istrinya itu setelah istrinya itu digauli dan dicerai oleh suaminya yang kedua.

Al-Baqarah ayat 229

15.31 Add Comment
Al-Baqarah ayat 229
“Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang dhalim”.
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Al-Hakim dan yang lainnya yang bersumber dari ‘Aisyah: Bahwa seorang laki-laki mentalak istrinya sekehendak hatinya. Menurut anggapannya selama rujuk itu dilakukan dalam masa iddah, wanita itu tetap istrinya, walaupun sudah seratus kali ditalak ataupun lebih. Laki-laki itu berkata: “Demmi Allah, aku tidak akan mentalakmu, dan kau tetap berdiri di sampingku sebagai istriku, dan aku tidak akan menggaulimu sama sekali”. Istrinya berkata: “Apa yang kau lakukan?” Suaminya menjawab: “Aku menceraimu, kemudian apabila akan habis masa iddahmu, aku akan rujuk lagi”. Maka menghadaplah wanita itu kepada Rasulullah Saw untuk menceritakan hal itu. Rasulullah Saw terdiam, hingga turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 229) sampai kata “bi ihsan”.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab nasikh-mansukh, yang bersumber dari Ibnu Abbas: Bahwa seorang laki-laki makan harta benda istrinya dari maskawin yang ia berikan waktu kawin dan harta lainnya. Ia menganggap bahwa perbuatannya itu tidak berdosa. Maka turunlah ayat “Wala yahillu lakum an ta’khudzu….” sampai akhir ayat (Al-Baqarah : 229) yang melarang merampas hak istrinya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij: Bahwa turunnya ayat “wala yahillu lakum…” sampai akhir ayat, berkenaan dengan Habibah yang mengadu kepada Rasulullah Saw tentang suaminya yang bernama Tsabit bin Qais. Rasulullah Saw bersabda: “Apakah engkau sanggup memberikan kembali kebunnnya?”. Ia menjawab: “Ya”. Kemudian Rasulullah Saw memanggil Qais, menerangkan pengaduan istrinya dan akan dikembalikan kebunnya. Maka berkatalah Qais: “Apakah halal kebun itu bagiku?”. Jawab Nabi: “Ya”. Ia berkata: “Saya pun menerima”.
Kejadian ini membenarkan seorang suami menerima kembali mas kawin yang dikembalikan istrinya sebagai tanda sahnya si istri memutuskan hubungan perkawinan.

Al-Baqarah ayat 228

16.03 Add Comment
Al-Baqarah ayat 228
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang dijadikan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari Akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Asma binti Yazid bin As-Sakan: Bahwa Asma binti Yazid As-Sakan Al-Anshariyyah berkata mengenai turunnya ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 228) sebagai berikut: “Aku ditalak oleh suamiku di zaman Rasulullah Saw disaat belum ada hukum ‘iddah bagi wanita yang ditalak, maka Allah menetapkan hukum ‘iddah bagi wanita yaitu menunggu setelah bersuci dari tiga kali haid”.
Diriwayatkan oleh At-Tsa’labi dan Hibatullah bin Salamah dalam kitab An-Nasikh yang bersumber dari Al-Kalbi yang bersumber dari Muqatil: Bahwa Ismail bin Abdillah Al-Ghaifari menceraikan istrinya Qathilah di zaman Rasulullah Saw, Ia sendiri tidak mengetahui bahwa istrinya itu hamil. Setelah ia mengetahuinya, ia rujuk kepada istrinya. Istrinya melahirkan dan meninggal, demikian juga bayinya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 228) yang menegaskan betapa pentingnya masa iddah bagi wanita, untuk mengetahui hamil tidaknya istri.

Al-Baqarah ayat 224

16.02 Add Comment
Al-Baqarah ayat 224
“Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertaqwa dan mengadakan ishlah di antara manusia. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij: Bahwa ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 224) diturunkan berkenaan dengan sumpahnya Abu Bakar untuk tidak akan memberi belanja lagi kepada Misthah, karena ia ikut serta memfitnah ‘Aisyah. Ayat tersebut sebagai teguran agar sumpah itu tidak menghalangi seseorang untuk berbuat kebaikan.

Al-Baqarah ayat 223

16.02 Add Comment
Al-Baqarah ayat 223
“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal-amal yang baik) untuk dirimu, bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman”.
Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi yang bersumber dari Jabir: Bahwa orang-orang Yahudi beranggapan apabila menggauli istrinya dari belakang ke farjinya, anaknya akan lahir bermata juling. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 223) yang membantah anggapan tersebut di atas.
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi yang bersumber dari Ibnu Abbas: Bahwa Umar datang menghadap kepada Rasulullah Saw dan berkata: “Ya Rasulallah, Celakalah saya!” Nabi bertanya: “Apa yang menyebabkab kamu celaka?” Ia menjawab: “Aku dipindahkan sukdufku tadi malam (berjima’ dengan istriku dari belakang)”. Nabi Saw terdiam, dan turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 223) yang kemudian beliau sambung: “Berbuatlah dari muka ataupun dari belakang, tetapi hindarkanlah dubur (anus) dan yang sedang haid”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Abu Ya’la dan Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Zaid bin Aslam, dari ‘Atha bin Yasar yang bersumber dari Abi Sa’id Al-Khudri. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Umar seperti ini: Bahwa orang-orang pada waktu itu menganggap mungkar kepada seseorang yang menggauli istrinya dari belakang. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 223) yang menyalahkan sikap dan anggapan tersebut.
Diriwayatkan oleh At-Thabarani dalam kitab Al-Ausath dengan sanad yang kuat yang bersumber dari Ibnu Umar: Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (Al_baqarah : 223) sebagai pemberian kelonggaran menggauli istri dari belakang.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim yang bersumber dari Ibnu Abbas: Bahwa penghubi kampung di sekitar Yatsrib (Madinah), tadinya menyembah berhala yang berdampingan dengan kaum Yahudi ahli kitab. Mereka menganggap bahwa kaum Yahudi terhormat dan berilmu, sehingga mereka banyak meniru dan menganggap baik segala perbuatannya. Salah satu perbuatannya yang dianggap baik oleh mereka adalah tidak menggauli istrinya dari belakang.
Adapun penduduk kampung sekitar Quraisy (Mekah) menggauli istrinya dengan segala keleluasaannya, ketika kaum Muhajirin (orang Mekah) tiba di Madinah, salah seorang dari mereka kawin dengan seorang wanita Anshar (orang Madinah). Ia berbuat seperti kebiasaannya, tetapi ditolak oleh istrinya dengan berkata: “Kebiasaan orang sini, hanya menggauli istrinya dari muka”. kejadian ini akhirnya sampai kepada Nabi Saw sehingga turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 223) yang membolehkan menggauli istrinya dari depan, belakang atau telentang, tetapi di tempat yang lazim.
Keterangan:
Menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Syarah Bukhari, bahwa sebab turunnya ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 223) yang dikenukakan oleh Abi Sa’id, mungkin tidak sampai kepada Ibnu Abbas, sehingga ia meragukannya. Sedang yang dikemukakan oleh Ibnu Umar sanadnya sampai kepada Ibnu Abbas dan Masyhur (terkenal sanadnya).

Al-Baqarah ayat 222

13.08 Add Comment
Al-Baqarah ayat 222
Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid; janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Bila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi yang bersumber dari Anas: Bahwa orang-orang Yahudi tidak mau makan bersama-sama ataupun mencampuri istrinya yang sedang haid, bahkan mengasingkan dari rumahnya. Para sahabat bertanya kepada Nabi Saw tentang hal itu. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 222). Bersabdalah Nabi Saw : “Berbuatlah apa yang pantas dilakukan dalam pergaulan suami istri, kecuali jima'”.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Barudi yang bersumber dari Ibnu Ishak, dari Muhammad bin Abi Muhammad, dari ‘Ikrimah atau Sa’id yang bersumber dari Ibnu Abbas, dikatakan bahwa yang bertanya itu ialah Tsabit bin Ad-Dahdah. Dan menurut riwayat Ibnu Jarir yang bersumber dari As-Suddi, dikemukakan seperti itu juga.

Al-Baqarah ayat 221

13.08 2 Comments
Al-Baqarah ayat 221
“Janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman, sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman, sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim dan Al-Wahidi yang bersumber dari Muqatil: Bahwa turunnya ayat “Wala tankihul musyrikati hatta yu’minna” (Al-Baqaarah : 221) sebagai petunjuk atas permohonan Ibnu Abi Murtsid Al-Ghanawi yang meminta izin kepada Rasulullah Saw untuk menikah dengan seorang wanita musyrik yang cantik dan terpandang.
Diriwayatkan oleh Al-Wahidi dari As-Suddi dari Abi Malik yang bersumber dari Ibnu Abbas, dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari As-Suddi (Haditsnya munqathi’) : Bahwa kelanjutan ayat tersebut diatas, dari mulai “wala amatun mu’minatun khairun….” sampai akhir ayat (Al-Baqarah : 221), berkenaan dengan Abdullah bin Rawahah yang mempunyai seorang hamba sahaya wanita (amat) yang hitam. Pada suatu waktu ia marah kepadanya, sampai menamparnya. Ia sesali kejadian itu, lalu menghadap Nabi Saw untuk menceritakan hal itu: “Saya akan memerdekakan dia dan menikahinya”. Lalu ia laksanakan. Orang-orang pada waktu itu mencela dan mengejeknya atas perbuatan itu. Ayat tersebut diatas menegaskan bahwa menikah dengan seorang hamba sahaya Muslimah lebih baik daripada menikah dengan wanita musyrik.

Al-Baqarah ayat 219

13.07 Add Comment


“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ‘Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya’. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan’. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”. (Al Baqarah : 219)

Diriwayatkan oleh Ibnu Hatim dari Sa’id atau Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas: Bahwa segolongan sahabat ketika diperintahkan untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah, datang menghadap kepada Rasulullah Saw dan berkata: “Kami tidak mengetahui perintah infaq yang bagaimana dan harta yang mana yang harus kami keluarkan itu”. Maka Allah menurunkan ayat “Wayas alunaka madza yunfikun, qulil’afwa” yang menegaskan bahwa yang harus dikeluarkan nafkahnya itu ialah selebihnya dari hidup sehari-hari.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Yahya: Bahwa Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah menghadap kepada Rasulullah Saw dan bertanya: “Ya Rasulallah, kami mempunyai banyak hamba sahaya (abid) dan banyak pula anggota keluarga. Harta yang mana yang harus kami keluarkan untuk infaq?”. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 219) yaitu “Wayas alunaka madza yunfiqun, qulil’afwa”.

Al-Baqarah ayat 220

12.24 Add Comment
Al-Baqarah ayat 220
“(Berfikir) tentang dunia dan akhirat, dan mereka bertanya kepadamu tentang anak-anak yatim, katakanlah: “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu. Dan Allah Mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, An-Nasai, Al-Hakim dan lain-lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas: Bahwa ketika turun ayat “Wala taqrabu malal yatimi illa billati hiya ahsanu” (Al-An’am : 152) dan ayat “Innalladzina ya’kuluna amwalal yatama dhulman”, sampai akhir ayat (An-Nisa : 10), orang yang memelihara anak yatim memisahkan makanan dan minumannya dari makanan dan minuman anak-anak yatim itu. Begitu juga sisanya dibiarkan membusuk kalau tidak dihabiskan oleh anak-anak yatim itu. Hal tersebut memberatkan mereka. Lalu mereka menghadap Rasulullah Saw untuk menceritakan hal itu. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 220) yang membenarkan menggunakan cara lain yang lebih baik.

Al-Baqarah ayat 217 - 218

20.16 Add Comment


“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang pada bulan Haram itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka amal mereka menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Al Baqarah : 217)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Baqarah : 218)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, At-Thabrani dalam kitab Al-Kabir, Al-Baihaki dalam sunannya yang bersunber dari Jundub bin Abdillah: Bahwa Rasulullah Saw mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Abdullah bin Jahsy. Mereka berpapasan dan bertempur dengan pasukan musuh yang dipimpin oleh Ibnul Hadlrami, dan terbunuhlah kepala pasukan musuh. Sebenarnya pada waktu itu tidak jelas bagi pasukan Abdullah bin Jarsy, apakah termasuk bulan Rajab, Jumadil Awal, atau Jumadil Akhir. Kaum Musyrikin menghembus-hembuskan berita bahwa Kaum Muslimin melakukan pertempuran pada bulan Haram. Maka Allah turunkan ayat tersebut (Al-Baqarah : 217).
Kaum Muslimin yang ada di Madinah berkata: “Perbuatan mereka bertempur dengan pasukan Ibnul Hadlrami ini mungkin tidak berdosa, tetapi juga tidak akan mendapat pahala”. Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya (Al Baqarah : 218).

Al-Baqarah ayat 214

20.15 Add Comment

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan), sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al Baqarah : 214)

Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dari Ma’mar yang bersumber dari Qatadah: Bahwa turunnya ayat tersebut bersangkutan dengan peristiwa Ahzab. Ketika itu Nabi Saw mendapat berbagai kesulitan yang sangat hebat dan kepungan musuh yang sangat ketat. Ayat ini menunjukkan bahwa perjuangan itu meminta pengorbanan.

Al-Baqarah ayat 215

20.15 Add Comment
Al-Baqarah ayat 215
“Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan  kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Mengetahuinya.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij: Bahwa kaum muslimin bertanya kepada Rasulullah Saw: “Dimana kami tabungkan (infakkan) harta benda kami, ya Rasulallah?”. Sebagai jawabannya turunlah ayat ini (Al-Baqarah : 215).
Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Abi Hayyan: Bahwa Umar bin Al-Jamuh bertanya kepada Nabi Saw: “Apa yang mesti kami infakkan, dan kepada siapa diberikannya?'”. Sebagai jawabannya turunlah ayat tersebut (Al-Baqarah : 215).

Al-Baqarah ayat 208

03.48 1 Comment
Al-Baqarah ayat 208
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah: Bahwa ada sekelompok kaum Yahudi menghadap kepada Rasulullah Saw hendak beriman, dan meminta agar dibiarkan merayakan hari sabtu, dan mengamalkan Kitab Taurat pada malam hari. Mereka menganggap bahwa hari sabtu merupakan hari yang harus dimuliakan, dan kitab Taurat adalah Kitab yang diturunkan oleh Allah juga. Maka turunlah ayat tersebut diatas (Al-Baqarah : 208), untuk tidak mencampur baurkan agama.
Adapun yang menghadap itu ialah: Abdullah bin Salam, Tsa’labah, Ibnu Yamin, Asad dan Usaid bin Ka’b, Sa’id bin ‘Amr, dan Qais bin Zaid.

Al-Baqarah ayat 207

03.46 Add Comment
Al-Baqarah ayat 207
Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”.
Diriwayatkan oleh Al-Harts bin Abi Usamah dalam musnadnya, dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Said bin Al-Musayyab;
Diriwayatkan pula oleh Al-Hakim dalam Mustadraknya dari Ibnul Musayyab yang bersumber dari Shuhaib. Hadits ini maushul;
Diriwayatkan pula oleh Al-Hakim yang bersumber dari ‘Ikrimah. Hadits ini Mursal;
Diriwayatkan pula oleh Al-Hakim dari Hamad bin Salamah, dari Tsabit yang bersumber dari Anas. Dalam hadits ini lebih dijelaskan lagi turunnya ayat, dan dinyatakan bahwa Hadits ini shahih menurut syarat Muslim;
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, yang bersumber dari Ikrimah, dan dinyatakan bahwa turunnya ayat ini tentang Shuhaib. Abi Dzar dan Jundub Ibnussakan, seorang keluarga Abi Dzar:
Bahwa ketika Shuhaib hijrah ke Madinah mengikuti Nabi Saw dikejar oleh sepasukan kaum Quraisy. Ia turun dari kendaraannya dengan siap panah di tangannya, dan berkata: “Wahai kaum Quraisy, kalian semua tahu, akulah pemanah ulung. Demi Allah, kalian tidak akan sampai kepadaku selagi panah dan pedang ada di tanganku. Sekarang pilihlah satu diantara dua: Kalian mati terbunuh atau memiliki harta bendaku yang ada di Mekah, dengan membiarkan aku pergi hijrah ke Madinah”. Mereka memilih harta dan membiarkan Shuhaib pergi.
Sesampainya di hadapan Nabi Saw ia ceritakan apa yang telah terjadi. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 207), dan Nabi pun bersabda: “Untung perdaganganmu itu, hai Aba Yahya. Engkau telah beruntung ya Aba Yahya”.

Al-Baqarah ayat 204

03.44 Add Comment
Al-Baqarah ayat 204
“Dan diantara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (Atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas: Bahwa ketika pasukan Kaum Muslimin (diantaranya terdapat ‘Ashim dan Murtsid) terdesak, berkatalah dua orang kaum munafik: “Celakalah mereka yang terpedaya oleh ajakan Muhammad sehingga terbunuh yang akibatnya tidak merasakan hidup tentram lagi bersama keluarganya, ataupun melanjutkan tuntunan ajaran agamanya”. Maka Allah menurunkan ayat tersebut (Al-Baqarah : 204) sebagai peringatan kepada kaum Muslimin agar tidak tertarik oleh bujukan manis, dan kehidupan keduniaan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari As-Suddi: Bahwa Al-Akhnas bin Syariq (Seorang anggota komplotan Zukhra yang memusuhi Rasulullah), datang kepada Nabi Saw mengutarakan maksudnya untuk masuk Islam dengan bahasa yang sangat menarik sehingga Nabi sendiri mengaguminya. Dikala pulang dari Rasulullah, ia melewati kebun dan ternak kaum Muslimin. Ia bakar tanamannya dan bunuh ternak-ternaknya. Maka turunlah ayat tersebut diatas (Surat Al-Baqarah : 204) mengingatkan kaum Muslimin akan bahaya tipu daya mulut manis.

Al-Baqarah ayat 200 dan 202

03.42 Add Comment
Al-Baqarah ayat 200 dan 202
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka diantara manusia ada orang yang mendo’a: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”. Dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (Surat Al-Baqarah: 200).
“Dan diantara mereka ada orang yang mendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya”. (Surat Al-Baqarah: 202)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas: Bahwa orang-orang JAhiliyyah wuquf di musim pasar. Sebagian dari mereka selalu membangga-banggakan nenek moyangnya yang telah membagi-bagi makanan, meringankan beban, serta membayarkan diat (denda orang lain). Dengan kata lain, di saat wuquf itu, mereka menyebut-nyebut apa yang pernah dilakukan oleh nenek moyangnya. Maka turunlah surat Al-Baqarah ayat 200 diatas sampai asyadda dzikra sebagai petunjuk apa yang harus dilakukan disaat wuquf.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid: Bahwa orang-orang di masa itu apabila telah melakukan manasik, berdiri di sisi jumrah menyebut-nyebut jasa nenek moyang di zaman Jahiliyyah. Maka turunlah ayat diatas (Al-Baqarah ayat 200) sebagai petunjuk apa yang harus dilakukan di sisi jumrah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas: Bahwa salah satu suku Arab sesampainya ke tempat wuquf berdoa: “Ya Allah, semoga Allah menjadikan tahun ini tahun yang banyak hujannya, tahun makmur yang membawa kemajuan dan kebaikan”. Mereka tidak menyebut-nyebut urusan akhirat sama sekali. Maka Allah menurunkan ayat tersebut diatas sampai akhir ayat (Al-Baqarah ayat 200), sebagai petunjuk bagaimana seharusnya berdo’a. Setelah itu Kaum Muslimin berdoa sesuai dengan petunjuk dalam Al-Qur’an (Al-Baqarah ayat 201), yang kemudian ditegaskan oleh Allah SWT dengan firman-Nya ayat berikutnya (Al-Baqarah ayat 202).

Al-Baqarah ayat 199

03.42 Add Comment
Al-Baqarah ayat 199
“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Abbas: Bahwa orang-orang Arab wuquf di Arafah, sedang orang-orang Quraisy wuquf di lembahnya (Muzdalifah), maka turunlah ayat tersebut di atas (Surat Al-Baqarah: 199) yang mengharuskan wuquf di Arafah.
Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Asma binti Abi Bakar: Bahwa orang-orang Quraisy wuquf di daratan rendah Muzdalifah, dan selain orang Quraisy, wuquf di dataran tinggi Arafah kecuali Syaibah bin Rabi’ah. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Al-Baqarah: 199) yang mewajibkan wuquf di Arafah.

Al-Baqarah ayat 198

19.47 Add Comment
Al-Baqarah ayat 198
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu termasuk orang-orang yang sesat”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas : Bahwa pada zaman jahiliyyah terkenal pasar-pasar yang bernama Ukadh, Mijnah dan Dzul-Majaz. Kaum Muslimin merasa berdosa apabila berdagang di musim haji di pasar itu.
Mereka bertanya kepada Rasulullah Saw tentang hal itu. Maka turunlah ayat “Laisa ‘alaikum junahun an tabtaghu fadlan min robbikum” yang membenarkan mereka berdagang pada musim haji.
Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, Al-Hakim dan lainnya, yang bersumber dari Abi Umamah At-Taimi : Bahwa Abi Umamah At-Taimim bertanya kepada Ibnu Umar tentang menyewakan kendaraan sambil naik haji. Ibnu Umar menjawab: “Pernah seorang laki-laki bertanya seperti itu kepada Rasulullah Saw yang seketika itu juga turun “Laisa ‘alaikum junahun an tabtaghu fadlan min robbikum”. Rasulullah Saw memanggil orang itu dan bersabda: “Kamu termasuk orang yang menunaikan ibadah haji”.

Al-Baqarah ayat 197

19.47 Add Comment
Al-Baqarah ayat 197
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi: maka barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan lain-lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas : Bahwa orang-orang Yaman apabila naik haji tidak membawa bekal apa-apa, dengan alasan tawakal kepada Alah. Maka turunlah “Watazawwadu, fainna khairaz zadit taqwa” sebagian dari surat Al-Baqarah : 197.

Al-Baqarah ayat 196

17.18 Add Comment
Al-Baqarah ayat 196
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah, jika kamu terkepung (terhalang oeh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada diantaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: shaum atau bersedekah atau berkorban. Maka apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), maka (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib bershaum tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari lagi bila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidilharam (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah berat siksaan-Nya”.
Mengenai turunnya ayat ini, terdapat beberapa peristiwa sebagai berikut:
Diriwayatkan oleh Ibnu Hatim yang bersumber dari Shafwan bin Umayyah: Bahwa seorang laki-laki berjubah yang semerbak dengan wangi-wangian za’faran menghadap kepada Nabi Saw dan berkata: “Ya Rasulullah, apa yang harus saya lakukan dalam menunaikan umrah?”. Maka turunlah “Wa atimmulhajja wal ‘umrata lillah”. Rasulullah bersabda: “Mana orang yang tadi bertanya tentang umrah itu?”. Orang itu menjawab: “Saya, ya Rasulullah”. Selanjutnya Rasulullah bersabda: “Tanggalkan bajumu, bersihkan hidung dan mandilah dengan sempurna, kemudian kerjakan apa yang biasa kau kerjakan pada waktu haji”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Ka’b bin ‘Ujrah: Bahwa Kaib bin Ujrah ditanya tentang firman Allah “Fafidyatum min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk” (Al-Baqarah: 196). Ia bercerita sebagai berikut: “Ketika sedang melakukan umrah, saya merasa kepayahan, karena di rambut dan muka saya bertaburan kutu. Ketika itu Rasulullah Saw melihat aku kepayahan karena penyakit pada rambutku itu. Maka turunlah “Fafidyatum min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk” khusus tentang aku dan berlaku bagi semua. Rasulullah bersabda: “Apakah kau punya biri-biri untuk fidyah?” Aku menjawab bahwa aku tidak memilikinya. Rasulullah bersabda: “Bershaumlah tiga hari, atau beri makanlah enam orang miskin, tiap orang setengah sha’ (1 1/2 liter) makanan, dan bercukurlah kamu”.
Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari Ka’b: Bahwa ketika Rasulullah Saw beserta sahabat berada di Hudaibiyah sedang berihram, kaum musyrikin melarang mereka meneruskan umrah. Salah seorang sahabat yaitu Ka’b bin Ujrah, kepalanya penuh kutu sehingga bertebaran ke mukanya. ketika itu Rasulullah lalu didepannya, dan melihat Ka’b kepayahan. Maka turunlah: “faman kana minkum maridhan aw bihi adzan mirra’sihi fafidyatun min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk”, lalu Rasulullah menyuruh agar ia bercukur dan membayar fidyah.
Diriwayatkan oleh Al-Wahidi dari ‘Atha yang bersumber dari Ibnu Abbas: Bahwa ketika Rasulullah dan para sahabatnya berhenti di Hudaibiah (dalam perjalanan umrah), datanglah Ka’b bin Ujrah yang di kepala dan mukanya bertebaran kutu karena banyaknya. Ia berkata: “Ya Rasulullah kutu-kutu ini sangat menyakitiku”. Maka turunlah: “faman kana minkum maridhan aw adzan mirra’sihi fafidyatun min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk” (Al-Baqarah : 196).