“Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi dan lain-lainnya yang bersumber dari Ma’qil bin Yasar. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih dari beberapa sumber: Bahwa Ma’qil bin Yasar mengawinkan saudaranya kepada seorang laki-laki muslim. Beberapa lama kemudian, dicerainya dengan satu talak. Setelah habis iddahnya, mereka berdua ingin kembali lagi. Maka datanglah laki-laki tadi bersama-sama Umar bin Khattab untuk meminangnya. Ma’qil menjawab: “Hai orang celaka! Aku memuliakan kau, dan aku kawinkan kau dengan saudaraku, tapi kau ceraikan dia. Demi Allah, ia tidak akan kukembalikan kepadamu”. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 232), yang melarang wali menghalangi hasrat perkawinan kedua orang itu.
Ketika Ma’qil mendengar ayat itu, ia berkata: “Aku dengar dan kutaati Tuhanku”. Ia memanggil orang itu dan berkata: “Aku kawinkan kau kepadanya dan aku memuliakan kau”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Abu Dawud dan Tirmidzi yang bersumber dari As-Suddi: Bahwa turunnya ayat ini (Al-Baqarah : 232) berkenaan dengan Jabir bin Abdillah Al-Anshari yang mempunyai saudara misan yang telah dicerai oleh suaminya satu talak. Setelah habis iddahnya, bekas suaminya datang kembali, akan tetapi Jabir tidak mau meluluskan pinangannya, padahal si wanita itu ingin kembali kepada bekas suaminya. Ayat ini melarang wali menghalangi hasrat perkawinan kedua orang itu.
Riwayat yang bersumber dari Ma’qil lebih shahih dan lebih kuat.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar