An-Nisa ayat 7

17.12 Add Comment
An-Nisa ayat 7
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.

Diriwayatkan oleh Abus-Syaikh dan Ibnu Hibban di dalam kitab Faraidh (ilmu waris) dari Al-Kalbi dari Abi Shaleh yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas: bahwa kebiasaan kaum Jahiliyyah tidak memberikan harta waris kepada anak wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa. Ketika seorang Anshar bernama Aus bin Tsabit meninggal dan meninggalkan 2 putri serta satu anak laki-laki yang masih kecil, datanglah dua orang anak pamannya yaitu Khalid dan Arfathah, yang menjadi ashabah. Mereka mengambil semua harta peninggalannya. Maka datanglah istri Aus bin Tsabit kepada Rasulullah Saw untuk menerangkan kejadian itu. Rasulullah Saw bersabda: “Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan”. Maka turunlah ayat tersebut di atas (an nisa ayat 7) sebagai penjelasan bagaimana hukum waris dalam Islam.

An-Nisa ayat 4

17.11 Add Comment
An-Nisa ayat 4
Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abi Saleh bahwa: biasanya kaum bapak menerima dan menggunakan maskawin tanpa seizin putrinya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (an nisa ayat 4) sebagai larangan terhadap perbuatan seperti tersebut di atas.

Ali-Imran ayat 199

17.11 Add Comment
Ali-Imran ayat 199
“Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepadamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya”.

Diriwayatkan oleh An-Nasai yang bersumber dari Anas. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Jabir: bahwa ketika datang berita kematian An-Najasyi (Raja Habasyah), bersabdalah Rasulullah Saw: “Mari kita salatkan”. Para sahabat bertanya: “Apakah kita salatkan seorang hamba habasyi?”. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali-Imran ayat 199), sebagai penegasan bahwa orang yang meninggal itu adalah Mukmin.

Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Mustadrak yang bersumber dari Abdullah bin Zubeir: bahwa turunnya ayat ini (Ali-Imran ayat 199) berkenaan dengan An-Najasyi.

Ali-Imran ayat 195

22.28 Add Comment


“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonan (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak mensia-siakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berjihad dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapus kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan pada sisi-Nya pahala yang baik”.

Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq, Sa’id bin Mansur, Tirmidzi, Al-Hakim dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Ummu Salamah: bahwa Ummu Salamah berkata: “Wahai Rasulullah! saya tidak mendengar Allah menyebut khusus tentang wanita di dalam Al-Quran mengenai peristiwa hijrah”. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali Imran ayat 195) sebagai penegasan atas pertanyaannya.

Ali-Imran ayat 190

22.27 Add Comment


“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. (Ali Imran : 190)

Diriwayatkan oleh At-Thabrani dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa orang Quraisy datang kepada orang Yahudi untuk bertanya: “Mukjizat apa yang dibawa Musa kepada kalian?”. Mereka menjawab: “Tongkat dan tangannya terlihat putih bercahaya”. Kemudian mereka bertanya kepada kaum Nashara: “Mukjizat apa yang dibawa Isa kepada kalian?”. Mereka menjawab: “Ia dapat menyembuhkan orang buta sejak lahir hingga dapat melihat, menyembuhkan orang berpenyakit sopak dan menghidupkan orang mati”. Kemudian mereka menghadap Nabi Saw dan berkata: “Hai Muhammad, coba berdoalah engkau kepada Tuhanmu agar gunung Shafa ini dijadikan emas”. Lalu Rasulullah Saw berdoa. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali-Imran ayat 190) sebagai petunjuk untuk memperhatikan apa yang telah ada yang akan lebih besar manfaatnya bagi orang yang menggunakan akalnya.

Ali-Imran ayat 188

04.13 Add Comment


“Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa dan bagi mereka siksa yang pedih”.

Diriwayatkan oleh As-Syaikhani dan yang lainnya yang bersumber dari Hamid bin Abdirrahim bin ‘Auf: bahwa Marwan berkata kepada juru pintunya: “Hai Rafi’ berangkatlah ke Ibnu Abbas, dan katakanlah kepadanya bahwa sekiranya orang akan disiksa karena merasa gembira dengan apa yang telah diperolehnya dan ingin dipuji akan perbuatan yang tidak mereka kerjakan, pasti kita semua akan disiksa”. Maka berkatalah Ibnu Abbas: “Apa yang menjadi masalah-masalah bagi kalian tentang ayat ini (Ali-Imran : 188)? Turunlah ayat ini berkenaan dengan ahli kitab. Ketika Nabi Saw bertanya kepada mereka tentang sesuatu, mereka menutupinya dengan memberikan jawaban yang tidak ada sangkut pautnya dengan pertanyaan itu. Kemudian mereka keluar dan memberitahukan kepada kawan-kawannya dengan gembira bahwa mereka telah dapat menjawab pertanyaan Rasulullah dengan jawaban yang tidak ada sangkut pautnya dengan pertanyaan itu, dengan harapan mendapat pujian atas perbuatannya”.

Diriwayatkan oleh As-Syaikhani yang bersumber dari Abu Sa’id Al-Khudri: bahwa apabila Rasulullah Saw pergi berjihad, beberapa orang munafik meninggalkan diri dan bergembira karena bisa tetap melaksanakan kesibukan sehari-harinya, tanpa ikut jihad bersama Rasulullah SAW. Akan tetapi apabila Rasulullah SAW telah tiba kembali dari medan jihadnya dengan membawa kemenangan, mereka meminta maaf dengan mengemukakan berbagai alasan sambil bersumpah dengan harapan perbuatannya itu terpuji tanpa ikut serta berjihad. Maka turunlah ayat tersebut diatas (Surat Ali Imran : 188).

Diriwayatkan oleh ‘Abdu didalam tafsirnya yang bersumber dari Zaid bin Aslam. Diriwayatkan pula oleh Abi Hatim dari beberapa tabi’in seperti itu juga: Bahwa ketika Rafi’ bin Khudaij dan Zaid bin Tsabit sedang duduk-duduk bersama-sama Marwan, berkatalah Marwan: “Tentang apakah turunnya ayat ini?” (Surat Ali-Imran ayat 188). Rafi menjawab: Turunnya ayat ini berkenaan dengan sebagian orang-orang Munafik. Apabila Rasulullah SAW akan berjihad, mereka meminta izin karena berhalangan dengan mengemukakan bahwa mereka sesungguhnya ingin ikut serta berjihad bersama Rasul, akan tetapi kesibukan sehari-hari tak dapat ditinggalkannya. Maka turunlah ayat ini berkenaan dengan mereka”. Marwan seolah-olah tidak percaya kepada Rafi’ sehingga Rafi’ pun merasa kaget dan gelisah. Maka berkatalah kepada Zaid bin Tsabit: “Demi Allah saya bertanya kepada wngkau, apakah engkau mengetahui kejadian yang aku katakan tadi?”. Zaid menjawab: “Ya”.

Keterangan:
Menurut Al-Hafidh Ibnu Hajar: Berdasarkan kedua hadis tersebut di atas, atas dasar thariqatul jami’ dapat disimpulkan bahwa turunnya ayat tersebut di atas (Surat Ali Imran ayat 188) berkenaan dengan kedua peristiwa yang hampir bersamaan kejadiannya.
Selanjutnya Ibnu Hajar mengemukakan bahwa Al-Farra menceritakan tentang turunnya ayat ini berkenaan dengan kaum Yahudi yang tidak mengakui Muhammad sebagai Rasul dengan berkata: “Kami ahli kitab pertama, bersembahyang dan taat”.
Dijelaskan pula oleh Ibnu Jarir bahwa turunnya ayat ini (Ali-Imran ayat 188) berkenaan dengan semua kejadian di atas.

Ali-Imran ayat 186

11.35 Add Comment
Ali-Imran ayat 186
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnul Mundzir dengan sanad hasan yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas: bahwa ayat ini (Ali-Imran : 186) turun berkenaan dengan peristiwa Abu Bakar dengan Fanhas, tentang ucapannya: “Allah faqir dan kami kaya”.

Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dari Ma’mar dari Az-Zuhri yang bersumber dari Abdurrahman bin Ka’b bin Malik: bahwa ayat ini (Ali-Imran : 186) berkenaan dnegan Ka’b bin Al-Asyraf yang mencaci maki Nabi Saw dan sahabat dengan Syi’ir.