An-Nisa ayat 47

20.59 Add Comment
An-Nisa ayat 47
Hai orang-orang yang telah diberi Al-kitab, berimanlah kamu dengan apa yang telah Kami turunkan (Al-Quran) yang membenarkan kitab yang ada padamu sebelum Kami mengubah muka(mu), lalu Kami putarkan ke belakang atau Kami kutuki mereka sebagaimana Kami telah mengutuki orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa Rasulullah Saw bersabda kepada pendeta-pendeta kaum Yahudi di antaranya Abdullah bin Shuria dan Ka’b bin Usaid: “Hai kaum Yahudi! berbaktilah kepada Allah, dan masuk Islamlah kalian, demi Allah, sesungguhnya kalian pasti tahu apa yang aku bawa ini adalah benar”. Mereka berkata: “Kami tidak tahu hai Muhammad hal itu”. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (An-Nisa ayat 47) sebagai seruan untuk beriman kepada kitab yang diturunkan oleh Allah yang membenarkan apa yang tercantum dalam kitab mereka.

An-Nisa ayat 44

20.59 Add Comment
An-Nisa ayat 44
Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang diberi bahagian dari Al-Kitab (Taurat)? Mereka membeli (memilih) kesesatan (dengan petunjuk) dan mereka bermaksud supaya kamu tersesat (menyimpang) dari jalan (yang benar)”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa seorang tokoh Yahudi bernama Rifa’ah bin Zaid bin At-Tabut pada suatu ketika berkata kepada Rasulullah Saw sambil menjulurkan lidahnya: “Hai Muhammad!, perhatikanlah olehmu dan dengarkan agar aku dapat memberikan pengertian kepadamu”. Kemudian ia menghina, mencela Islam dengan mempermainkan dan memperolok-olokannya. Maka turunlah ayat berkenaan dengan dirinya (An-Nisa ayat 44) yang memberi peringatan kepada Rasulullah akan adanya orang-orang yang menyesatkan dari jalan yang lurus.

An-Nisa ayat 43

20.57 Add Comment


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (janganlah pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi (terlebih dahulu). Dan jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”. (An Nisa : 43)

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai, Al-Hakim yang bersumber dari Ali: bahwa Abdurrahman bin ‘Auf mengundang makan Ali dan kawan-kawannya. Kemudian dihidangkan minuman khamar (arak, minuman keras), sehingga terganggulah otak mereka. Ketika tiba waktu shalat, orang-orang menyuruh Ali menjadi imam, dan pada waktu itu beliau membaca dengan keliru: “qulya ayyuhal kafirun, la a’budu ma ta’budun, wanahnu na’budu ma ta’budun”. Maka turunlah ayat tersebut di atas (An-Nisa ayat 43) sebagai larangan shalat di waktu mabuk.

Diriwayatkan oleh Al-Faryabi, Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mundzir yang bersumber dari Ali: bahwa turunnya ayat “Wala junuban illa ‘abiri sabilin hatta taghtasilu” (An-Nisa ayat 43) berkenaan dengan seorang yang junub (berhadats besar) di dalam perjalanan lalu ia tayamum dan terus shalat. Ayat ini (An-Nisa ayat 43) sebagai petunjuk kepada orang yang berhadats dalam perjalanan ketika tidak ada air.

Diriwayatkan oleh Ibnu Maduwaih yang bersumber dari Al-Ashla’ bin Syarik: bahwa Al-Ashla’ bin Syarik dalam keadaan junub di perjalanan bersama Rasulullah Saw. Pada waktu itu malam sangat dingin, dan ia tidak berani mandi dengan air dingin, takut kalau-kalau mati atau sakit. Hal itu disampaikan kepada Rasulullah Saw. Lalu turunlah ayat tersebut di atas (An-Nisa ayat 43) sebagai tuntunan bagi orang-orang yang takut kena bahaya kedinginan kalau ia mandi.

Diriwayatkan oleh At-Thabrani yang bersumber dari Al-Ashla’: bahwa Rasulullah Saw pada suatu hari di perjalanan memerintahkan kepada Ashla’ khadam dan pembantunya untuk menyiapkan kendaraannya. Al-Ashla’ berkata: “Wahai Rasulullah aku sedang junub”. Maka Rasulullah Saw terdiam hingga datang kepadanya Jibril membawa ayat tayamum. Beliau memperlihatkan cara tayamum kepadanya, menyapu muka sekali, menyapu kedua tangannya sampai sikut sekali. Bertayamumlah ia, kemudian mempersiapkan kendaraan untuk Rasulullah Saw.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Yazid bin Abi Habib: bahwa pintu rumah sebagian golongan Anshar melalui masjid. Ketika mereka junub dan tidak mempunyai air, mereka tidak bisa mendapatkan air kecuali melalui masjid. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (An-Nisa ayat 43) yang membolehkan orang junub melewati masjid.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mujahid: bahwa turunnya ayat ini (An-Nisa ayat 43) berkenaan dengan seorang kaum Anshar yang sakit dan tidak kuat berdiri untuk wudhu.  Dia tidak mempunyai khadam (pembantu) yang menolongnya. Hal itu diterangkan kepada Rasulullah Saw. Turunnya ayat tersebut di atas (An-Nisa ayat 43) sebagai tuntunan tayamum bagi yang sakit tidak mampu berwudhu.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibrahim An-Nakh’i: bahwa beberapa sahabat Rasul kena tatu (luka) yang parah sampai infeksi, dan diuji oleh Allah dengan junub (karena mimpi). Mereka mengadu kepada Rasulullah Saw. Maka turunlah ayat tersebut di atas (An-Nisa ayat 43) sebagai kelonggaran bagi yang sakit parah dan junub untuk tayamum.