An-Nisa ayat 60

17.31 Add Comment


“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thagut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thagut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya”. (An Nisa : 60)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan At-Thabrani dengan sanad yang sahih yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa Abu Barzah Al-Aslami seorang pendeta Yahudi biasa mengadili kaumnya dan menyelesaikan perselisihan di antara mereka. Pada suatu waktu datanglah kaum muslimin meminta bantuan penyelesaian daripadanya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (An-Nisa ayat 60) sebagai teguran untuk meminta bantuan penyelesaian kepada thagut.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari ‘Ikrimah atau Sa’id yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa Jallas bin Ash-Shamit, Mu’thib bin Qusyair, Rafi’ bin Zaid, dan Basyar yang mengaku-ngaku beragama Islam, ketika diajak oleh orang Islam untuk menerima bantuan Rasulullah dalam menyelesaikan perselisihan di antara mereka, mereka menolak dan mengajak kaum Muslimin untuk meminta bantuan pendeta-pendeta mereka (hakim-hakim Jahiliyyah). Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (An-Nisa ayat 60) sebagai larangan untuk minta diadili oleh hakim-hakim thagut.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari As-Syu’bi: bahwa seorang Yahudi berselisih dengan seorang munafik. Yahudi itu mengusulkan untuk meminta bantuan Nabi dalam menyelesaikan perselisihan itu, karena ia tahu bahwa Nabi tidak akan makan risywah (sogokan). Akan tetapi mereka bersepakat dan memutuskan untuk meminta bantuan seorang pendeta di Juhainah. Maka turunlah ayat tersebut di atas (An-Nisa ayat 60) sebagai cercaan terhadap perbuatan munafik.

An-Nisa ayat 58

16.03 Add Comment


“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari Al-Kalbi dari Abi Shaleh yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa setelah Fathu Makkah (pembebasan Mekah) Rasulullah Saw memanggil Utsman bin Thalhah untuk meminta kunci Ka’bah, Ketika Utsman datang menghadap Nabi untuk menyerahkan kunci, berdirilah Abbas dan berkata: “Ya Rasulallah, demi Allah serahkan kunci itu kepadaku untuk saya rangkap jabatan tersebut dengan jabatan siqayah (urusan pengairan)”. Utsman menarik kembali tangannya. Maka bersabdalah Rasulullah: “Berikanlah kunci itu kepadaku wahai Utsman!” Utsman berkata: “Inilah dia, amanat dari Allah”, maka berdirilah Rasulullah membuka Ka’bah dan terus keluar untuk thawaf di Baitullah. Turunlah Jibril membawa perintah supaya kunci itu diserahkan kepada Utsman. Rasulullah melaksanakan perintah itu sambil membaca ayat tersebut di atas (An-Nisa ayat 58).

Diriwayatkan oleh Syu’bah di dalam tafsirnya dari Hajaj yang bersumber dari Ibnu Juraij: bahwa turunnya ayat ini (An-Nisa ayat 58) berkenaan dengan Utsman bin Thalhah. Ketika itu Rasulullah Saw mengambil kunci Ka’bah darinya pada waktu Fathu Makkah. Dengan kunci itu Rasulullah masuk Ka’bah. Di waktu keluar dari ka’bah beliau membaca ayat ini (An-Nisa ayat 58). Kemudian beliau memanggil Utsman untuk menyerahkan kembali kunci itu. Menurut Umar bin Khattab kenyataannya ayat ini (An-Nisa ayat 58) turun di dalam ka’bah, karena pada waktu itu Rasulullah keluar dari ka’bah, membawa ayat itu, dan ia bersumpah bahwa sebelumnya belum pernah mendengar ayat itu.

An-Nisa ayat 59

16.03 Add Comment


“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan orang-orang yang memegang kekuasaan di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnah Nabi), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (An-Nisa : 59)

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas dengan riwayat ringkas: bahwa turunnya ayat ini (An-Nisa ayat 59) berkenaan dengan Abdullah bin Hudzafah bin Qais ketika diutus oleh Nabi Saw memimpin suatu pasukan.

Keterangan:
Menurut Imam Ad-Dawudi riwayat tersebut menyalahgunakan nama Ibnu Abbas, karena cerita mengenai Abdullah bin Hudzafah itu adalah sebagai berikut: “Di saat Abdullah marah-marah pada pasukannya ia menyalakan api unggun, dan memerintahkan pasukannya untuk terjun ke dalamnya. Pada waktu itu sebagian menolak dan sebagian lagi hampir menerjunkan diri ke dalam api”. Sekiranya ayat ini turun sebelum peristiwa Abdullah mengapa ayat ini dikhususkan untuk mentaati Abdullah bin Hudzafah saja, sedang pada waktu lainnya tidak. Dan sekiranya ayat ini sesudahnya, maka berdasarkan hadis yang telah mereka ketahui, yang wajib ditaati itu ialah di dalam ma’ruf (kebaikan) dan tidak pantas dikatakan kepada mereka mengapa ia tidak taat.
Al-Hafidz Ibnu Hajar berpendapat bahwa maksud kisah Abdullah bin Hudzafah, munasabah disangkut pautkan dengan alasan turunnya ayat ini (An-Nisa ayat 59) karena dalam kisah ini dituliskan adanya perbatasan antara taat pada perintah (pemimpin) dan menolak perintah, untuk terjun ke dalam api. Di saat itu mereka perlu akan petunjuk apa yang harus mereka lakukan. Ayat ini (An-Nisa ayat 59) turun memberikan petunjuk kepada mereka apabila berbantahan hendaknya kembali kepada Allah dan Rasul-Nya.
Menurut Ibnu Jarir bahwa ayat ini (An-Nisa ayat 59) turun berkenaan dengan Ammar bin Yasir yang melindungi seorang tawanan tanpa perintah panglimanya (Khalid bin Walid) sehingga mereka berselisih.

An-Nisa ayat 51-54

22.11 Add Comment


“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada yang disembah selain Allah dan thagut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman”. (An Nisa : 51)
“Mereka itulah orang-orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuk Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya”. (An Nisa : 52)
“Ataukah ada bagi mereka bahagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia”. (An Nisa : 53)
“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepada manusia itu? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar”. (An Nisa : 54)

Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas: ketika Ka’b bin Al-Asyraf (Yahudi) datang ke Mekah berkatalah orang Quraisy: Tidakkah kau lihat orang yang berpura-pura sabar dan terputus dari kaumnya, yang menganggap dirinya lebih baik daripada kami? Padahal kami menerima orang yang naik haji, menjadi khadam ka’bah dan pemberi minum. Berkatalah Ka’b bin Asyraf: “Kamu lebih baik daripada dia (Muhammad)”. Maka turunlah ayat “Inna syaniaka huwal abtar” (Al Kautsar ayat 3) dan ayat tersebut di atas (An Nisa : 51, 52) berkenaan dengan mereka sebagai penjelasan tentang kedudukan mereka yang dilaknat oleh Allah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa penggerak persekutuan antara kaum Quraisy, Ghathafan dan Bani Quraidah dalam harb Ahzab ialah Hay bin Akhthab, Salam bin Abil Hakiq, Abu Rafi’, Ar-Rabi bin Abil Hakiq, Abu Imarah dan Haudah bin Qais dari kaum Yahudi Bani Nadhir. Ketika bertemu dengan kaum Quraisy mereka berkata: “Inilah pendeta-pendeta Yahudi dan ahli ilmu dari kitab-kitab yang dahulu, cobalah kalian bertanya kepada mereka apakah agama Quraisy yang lebih baik atau agama Muhammad?”. Mereka menjawab: “Agama kalian lebih baik daripada agama Muhammad dan kalian lebih mendapat petunjuk daripada Muhammad dan pengikutnya”. Maka turunlah ayat tersebut di atas (An Nisa ayat 51-54) sebagai peringatan, teguran, makian dan kutukan Allah kepada mereka.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Al-‘Ufi yang bersumber dari Ibnu Abbas, diriwayatkan pula oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Umar (Maula Afrah) seperti itu tetapi lebih panjang: bahwa ahli kitab pernah berkata: “Muhammad menganggap dirinya dengan rendah diri telah diberi (kenabian, Qur’an dan kemenangan) sebagaimana yang telah diberikan (kepada Nabi-Nabi yang terdahulu), mempunyai sembilan istri dan tidak ada yang dipentingkan kecuali kawin. Raja yang mana yang lebih utama daripada anggapan seperti ini?”. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (An Nisa ayat 54) sebagai cercaan terhadap iri hati mereka.

An-Nisa ayat 49

11.39 Add Comment
An-Nisa ayat 49
Tidakkah kamu perhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah, Mujahid, Abi Malik dan lainnya: bahwa orang-orang Yahudi mementingkan menyuruh anak-anaknya shalat dan mementingkan anak-anaknya berkurban dan mereka menganggap bahwa dengan perbuatannya itu bebaslah kesalahan dan dosanya. Maka Allah turunkan ayat tersebut diatas (An-Nisa ayat 49) sebagai teguran kepada orang yang menganggap dirinya bersih dari dosa dengan jalan seperti itu”.

An-Nisa ayat 48

11.39 Add Comment
An-Nisa ayat 48
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan At-Thabrani yang bersumber dari Abi Ishak Al-Anshari: bahwa seorang laki-laki menghadap kepada Rasulullah Saw dan berkata: “Keponakan saya tidak mau meninggalkan perbuatan haram”. Nabi bersabda: “Apa agamanya?” Ia menjawab: “Ia suka shalat dan bertauhid kepada Allah”. Bersabda Nabi: “Suruhlah ia meninggalkan agamanya atau belilah agamanya!”. Orang tersebut melaksanakan perintah Rasul tetapi keponakannya itu menolak tawarannya, dan ia kembali kepada Nabi Saw dan berkata: “Saya dapati dia sangat sayang akan agamanya”. Maka turunlah ayat tersebut diatas (An-Nisa ayat 48), sebagai penjelasan bahwa Allah akan mengampuni segala dosa orang yang dikehendaki-Nya (kecuali syirik).