An-Nisa ayat 69

11.54 Add Comment



“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-(Nya) mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para Siddiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (An Nisa : 69)

Diriwayatkan oleh At-Thabrani dan Ibnu Marduwaih dengan sanad La ba’sa bihi yang bersumber dari ‘Aisyah : bahwa seorang laki-laki menghadap Nabi Saw dan berkata: Ya Rasulallah! Aku cintai tuan lebih daripada cinta kepada diriku dan anakku sendiri. Dan jika aku sedang di rumah selalu ingat tuan dan tidak sabar ingin segera bertemu dengan tuan. Dan jika aku ingat ajalku dan ajal tuan, aku yakin bahwa tuan akan diangkat beserta Nabi-nabi di surga. Apabila masuk surga, aku takut kalau-kalau tidak bisa bertemu dengan tuan”. Maka Nabi terdiam tidak menjawab sedikit pun sehingga turun Jibril dengan membawa ayat ini (An Nisa ayat 69) sebagai janji Allah kepada orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Masruq : bahwa para sahabat Rasul pernah berkata: Ya Rasulallah!, kami tidak mau berpisah dengan tuan, tapi nanti di akhirat tuan akan diangkat beserta Nabi-nabi lainnya lebih tinggi derajatnya dari kami, sehingga kami tidak dapat bertemu dengan tuan”. Maka turunlah ayat ini (An Nisa ayat 69) sebagai janji Allah bahwa mereka akan digolongkan kepada orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah SWT.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ‘Ikrimah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sa’id bin Jubair, Masruq, Ar-Rabi’ Qatadah, As-Suddi, (tapi Mursal): bahwa seorang pemuda menghadap Nabi Saw dan berkata: “Ya Nabiyullah, kami dapat bertemu dengan tuan di dunia ini, dan di akhirat nanti kami tidak dapat bertemu, karena tuan berada di derajat yang tertinggi di surga”. Maka Allah menurunkan ayat ini (An Nisa ayat 69). Kemudian Rasulullah bersabda: “Engkau besertaku di surga insya Allah”.

An-Nisa ayat 66

11.52 Add Comment



“Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu”, niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang sedemikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka)”. (An Nisa : 66)
                             

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari As-Suddi: Ketika turun ayat “Walau anna katabna... sampai dengan.. illa qaliilun minhum  (An Nisa ayat 66), Tsabit bin Qais dan seorang Yahudi saling menyombongkan diri dengan ucapan masing-masing. “Demi Allah, Allah telah mewajibkan kepada kami untuk bunuh diri, dan kami (kaum Yahudi dahulu) telah melaksanakannya”. Berkatalah Tsabit: “Demi Allah sekiranya Allah mewajibkan kepada kami supaya bunuh diri, pasti kami akan melaksanakannya”. Maka Allah menurunkan kelanjutan ayat tersebut di atas (An Nisa ayat 66) sebagai penjelasan agar melaksanakan tuntunan Al-Quran yang telah diberikan kepada mereka.

An-Nisa ayat 65

11.50 Add Comment



“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (An Nisa : 65)
                                                                                                                                              
Diriwayatkan oleh imam yang enam yang bersumber dari Abdullah bin Zubair : bahwa Zubair pernah berselisih dengan seorang Anshar tentang pengairan kebun. Bersabdalah Rasulullah Saw.: “Hai Zubair airilah kebunmu dahulu kemudian salurkan ke kebun tetanggamu”. Berkatalah orang Anshar itu: “Ya Rasulallah, karena ia anak bibimu?”. Maka merah padamlah muka Rasulullah Saw karena marahnya dan bersabda: “Siramlah kebunmu Hai Zubair hingga terendam pematangnya, kemudian berikan air itu pada tetanggamu”. Zubair dapat memanfaatkan air itu sepuas-puasnya, dan sesuai dengan ketentuan yang diberikan Rasulullah kepada keduanya. Berkatalah Zubair: “Saya anggap ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa itu”.

Diriwayatkan oleh At-Thabrani di dalam kitabnya Al-Kabir dan Al-Humaidi di dalam Musnadnya yang bersumber dari Ummu Salamah : bahwa Zubair mengadu kepada Rasulullah Saw tentang pertengkarannya dengan seseorang. Rasulullah memutuskan bahwa Zubair yang menang. Maka berkatalah orang itu: “Ia memutuskan demikian karena Zubair kerabatnya yaitu anak bibi Rasulullah”. Maka turunlah ayat tersebut di atas (An Nisa ayat 65) sebagai penegasan bahwa seseorang yang beriman hendaknya tunduk kepada keputusan Allah dan Rasul-Nya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Al-Musayyab : bahwa turunnya ayat ini (An Nisa ayat 65) berkenaan dengan Zubair’ bin Awwam yang bertengkar dengan Hatib bin Abi Balta’ah tentang air untuk kebun. Rasulullah Saw memutuskan agar kebun yang ada di hulu diairi lebih dahulu kemudian yang dihilirnya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Abil Aswad : bahwa dua orang telah mengadu kepada Rasulullah Saw untuk minta diputuskan perkaranya. Setelah Rasulullah menetapkan keputusannya, seorang diantaranya merasa tidak puas dan akan naik banding kepada Umar bin Khattab. Berangkatlah kedua orang itu kepadanya, dan berkata kepada Umar: “Rasulullah Saw telah memenangkan saya terhadap orang ini, akan tetapi ia naik banding kepada tuan”. Maka berkata Umar: “Apakah memang demikian? Tunggulah kalian berdua sampai aku datang untuk kuputuskan hukuman di antara kalian. Tidak beberapa lama kemudian Umar datang dengan membawa pedang terhunus, dan memukul orang yang ingin naik banding kepada Umar itu serta terus dibunuhnya. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (An Nisa ayat 65) sebagai penegasan bahwa orang yang beriman hendaknya mentaati putusan Allah dan Rasul-Nya.

Keterangan:
Hadits ini mursal dan gharib dan dalam sanadnya terdapat seorang bernama Ibnu Luhai’ah. Hadits ini dikuatkan oleh riwayat Rahim di dalam tafsirnya dari Uthbah bin Dhamrah yang bersumber dari bapaknya.