Al-Maidah ayat 101

04.11 Add Comment


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakannya di waktu Al-Quran itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”. (Al-Maidah : 101)


Diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Anas bin Malik: bahwa ketika Rasulullah Saw berkhotbah, ada seorang yang bertanya: “Siapa bapak saya?”. Nabi menjawab: “Fulan”. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 101) sebagai teguran bagi orang-orang yang suka bertanya tentang hal yang bukan-bukan.

Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa orang-orang bertanya kepada Rasulullah Saw dengan maksud memperolok-olokkannya, ada yang bertanya: “Siapa bapak saya?”, dan ada pula yang bertanya: “Di mana ontaku yang hilang?”. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-Maidah ayat 101) yang melarang orang-orang mukmin bertanya hal yang bukan-bukan.

Diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi dan Al-Hakim yang bersumber dari Ali. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir seperti itu yang bersumber dari Abi Hurairah, Abu Umamah dan Ibnu Abbas: bahwa ketika turun ayat “Walillahhi ‘alannasi hijjul baiti....” (Ali Imran ayat 97) orang-orang bertanya: “Apakah tiap tahun ya Rasulullah?”. Rasul menjawab: “Tidak, karena apabila kukatakan ‘Ya’ tentu akan menjadi wajib (tiap tahun)”. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-Maidah ayat 101) yang melarang kaum Mukminin terlalu banyak bertanya kepada Rasul.

Keterangan:

Menurut Al-Hafidh Ibnu Hajar: Tidak ada halangan apabila ayat ini turun dalam dua peristiwa, akan tetapi hadis Ibnu Abbas lebih shahih sanadnya.

Al-Maidah ayat 100

03.55 Add Comment


“Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, sebab itu bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan (sukses)”. (Al-Maidah : 100)


Diriwayatkan oleh Al-Wahidi dan Al-Ashbahani di dalam kitab At-Targhib yang bersumber dari Jabir : bahwa ketika Nabi Saw menerangkan haramnya arak, berdirilah seorang Badui dan berkata: “Saya pernah menjadi pedagang arak, dan saya menjadi kaya raya karenanya. Apakah kekayaanku ini bermanfaat apabila saya menggunakannya untuk taat kepada Allah?”. Nabi menjawab: “Sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang baik”. Maka turunlah ayat ini (Surat Al-Maidah ayat 100) yang membenarkan ucapan Rasulullah.

Al-Maidah ayat 90-93

04.22 Add Comment


“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (Al-Maidah : 90)

“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingati Allah dan salat. Maka maukah kamu berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?”. (Al-Maidah : 91)

“Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang”. (Al-Maidah : 92)

“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Al-Maidah : 93)


Diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang bersumber dari Abu Hurairah : bahwa ketika Rasulullah Saw datang ke Madinah didapatinya kaumnya suka minum arak dan makan hasil judi. Mereka bertanya kepada Rasulullah Saw tentang hal itu. Maka turunlah ayat “yas aluunaka ‘anil khamri wal maisirii qul fi hima itsmun kabiirun wa manafi’u linnasi.....” sampai akhir ayat (Surat Al-Baqarah ayat 219). Mereka berkata: “Tidak diharamkan kepada kita minum arak hanyalah dosa besar”. Dan mereka terus minum arak. Pada suatu hari ada seorang dari kaum muhajirin menjadi imam bagi para sahabat pada waktu salat magrib. Bacaannya salah (karena mabuk). Maka Allah menurunkan ayat yang lebih keras daripada ayat yang tadi, yaitu ayat “yaa ayyuhalladzina amanu la taqrabus shalata wa antum sukaraa hatta ta’lamu maa taqulun” (Surat An-Nisa ayat 43).
Kemudian turun ayat yang lebih keras lagi (Surat al maidah ayat 90, 91) yang memberikan kepastian akan haramnya. Sehingga mereka berkata: “Cukuplah, kami akan berhenti”. Kemudian orang-orang bertanya: “Ya Rasulullah bagaimana nasib orang-orang yang gugur di jalan Allah, dan mati di atas kasur padahal mereka peminum arak dan makan hasil judi, dan Allah telah menetapkan bahwa kedua hal itu termasuk perbuatan dari setan yang keji. Kemudian Allah menurunkan ayat selanjutnya (Surat Al-Maidah ayat 93) yang menjawab pertanyaan mereka.


Diriwayatkan oleh An-Nasai dan Al-Baihaki yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa turunnya ayat ini (Surat al maidah ayat 90) berkenaan dengan peristiwa yang terjadi pada dua suku golongan anshar yang hidup rukun tidak ada dendam kesumat. Tetapi apabila mereka minum sampai mabuk, mereka saling ganggu mengganggu yang meninggalkan bekas pada muka atau kepalanya sehingga pudarlah rasa kekeluargaan mereka, lalu timbullah rasa permusuhan dan langsung menuduh bahwa suku yang lainnyalah yang mengganggunya itu, dan mereka tidak akan berbuat seperti ini apabila mereka saling berkasih sayang. Perasaan yang demikianlah yang menimbulkan dendam kesumat.
Ayat ini melukiskan berhasilnya setan mengadu domba orang-orang yang beriman sebab minum arak dan main judi.

Orang-orang yang berat meninggalkan minuman itu memperbincangkan najis yang telah diminum oleh orang-orang yang gugur di peristiwa Uhud. Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya (Surat Al-Maidah ayat 93) sebagai penjelasan tentang kedudukan mereka yang gugur sebelum turunnya ayat larangan minum arak dan main judi.

Al-Maidah ayat 87

05.54 Add Comment


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik-baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Al-Maidah : 87)


Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas : bahwa seorang laki-laki menghadap kepada Nabi Saw dan berkata: “Ya Rasulallah! Apabila aku makan daging timbullah syahwatku kepada wanita, oleh karena itu saya haramkan daging untukku”. Maka turunlah ayat ini (Surat Al-Maidah ayat 87) sebagai larangan untuk mengharamkan yang halal.


Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Al-Ufi yang bersumber dari Ibnu Abbas, Diriwayatkan pula oleh Ikrimah, Abi Qilabah, Mujahid, Abi Malik, An-Nakhi, As-Suddi dan lain-lain : bahwa beberapa sahabat, diantaranya Utsman bin Madz’un mengharamkan campur dengan  istrinya bagi dirinya sendiri dan mengharamkan makan daging. Mereka mengambil pisau akan memotong kemaluannya supaya syahwatnya terputus, sehingga mereka tidak terganggu ibadah kepada Allah. Maka turunlah ayat ini (Surat Al-Maidah ayat 87) yang melarang kaum Mu’minin mengharamkan barang yang halal.
Keterangan:
Menurut riwayat As-Suddi, para sahabat yang mengharamkan itu terdiri atas 10 orang antara lain Ibnu Madz’un dan Ali bin Abi Thalib.
Menurut riwayat Ikrimah mereka itu antara lain Ibnu Madz’un, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Miqdad bin Aswad, Salim (Abid yang telah dibebaskan dan diangkat sebagai keluarga Abu Hudzaifah). Dan menurut riwayat Mujahid, mereka itu antara lain Ibnu Madz’un dan Abdullah bin Umar.


Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir di dalam kitab tarikhnya dari As-Suddi As-Shagir dari Al-Kalbi dari Abi Shalih yang bersumber dari Ibnu Abbas : bahwa turunnya ayat ini (Surat Al-Maidah ayat 87) berkenaan dengan segolongan para sahabat, diantaranya Abu Bakar, Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, Utsman bin Madz’un, Miqdad bin Aswad, dan Salim (Maula Abi Hudzaifah) yang sepakat akan mengebiri dirinya dan akan menjauhi istrinya, tidak akan makan daging dan gajih, memakai pakaian padri dan tidak akan makan kecuali sekedarnya saja dan mereka akan dakwah mengelilingi dunia seperti para rahib. Ayat ini (Surat Al-Maidah ayat 87) melarang perbuatan seperti itu.


Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Zaid bin Aslam: bahwa Abdullah bin Rawahah kedatangan keluarganya disaat ia berada di rumah Rasulullah Saw. Ketika ia pulang, didapatinya tamunya belum disuguhi makanan, karena mereka menunggu Abdullah. Ia berkata kepada istrinya: “Mengapa engkau biarkan tamuku tidak disuguhi makanan karena menungguku, padahal makanan ini haram bagiku”. Berkata istrinya: “Makanan ini pun haram bagiku”. Dan berkata tamu itu: “Makanan ini haram bagiku”. Karena peristiwa itu Abdullah mempersilahkan makan pada tamunya sambil mengucapkan bismillah dan ia pun ikut makan bersamanya. Setelah itu ia pergi kepada Rasulullah Saw dan menceritakan kejadian di rumahnya itu. Maka turunlah ayat ini (Surat Al-Maidah ayat 87) yang melarang kaum Mu’minin mengharamkan barang yang halal.

Al-Maidah ayat 82 dan 83

05.52 Add Comment


“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini adalah Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena diantara mereka itu (orang-orang nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri”. (Al-Maidah : 82)

“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri), seraya berkata: “Ya Tuhan Kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orangorang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Quran dan kenabian Muhammad Saw)”. (Al-Maidah : 83)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Al-Musaiyyab, Abi bakar bin Abdirrahman dan Urwah bin Zubair: bahwa Rasulullah Saw telah mengutus Amr bin Umayyah Ad-Dhamari menyampaikan surat kepada An-Najasyi. Sesampainya ke hadapan An-Najasyi surat itu pun dibacanya. Raja Najasyi pun memanggil Ja’far bin Abi Thalib dan orang-orang yang hijrah bersamanya (hijrah ke Habsyah) serta para rahib dan padri. Ia pun menyuruh Ja’far bin Abi Thalib membaca Quran dan dibacanya surat Maryam. Semua yang hadir beriman kepada isi Al-Quran dan berlinang-linang air matanya. Mereka inilah yang disebut Allah di dalam ayat tersebut di atas (Al-Maidah ayat 82 dan 83)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Jubair: bahwa An-Najasyi mengirim tiga puluh orang sahabatnya yang terbaik kepada Rasulullah Saw. Rasulullah membaca surat Yasin kepada mereka, sehingga mereka menangis dan turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 82 dan 83) yang menceritakan adanya kaum rahib dan pendeta Nashara yang tidak sombong dan beriman kepada yang diturunkan kepada Rasululllah Saw.


Diriwayatkan oleh An-Nasai yang bersumber dari Abdullah bin Zubair, diriwayatkan pula oleh At-Thabrani yang bersumber dari Ibnu Abbas seperti itu tetapi lebih jelas: bahwa turunnya ayat ini (Al-Maidah ayat 83) berkenaan dengan An-Najasyi dan kawan-kawannya. Ayat ini menegaskan bahwa mereka bercucuran air matanya apabila mendengar ayat-ayat yang diturunkan pada Rasulullah (karena mereka yakin akan kebenarannya).

Al-Maidah ayat 68

05.17 Add Comment


“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat dan Injil dan apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu (dengan perantaraan Muhammad yaitu Al-Quran)”. Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka. Karena itu janganlah kamu bersedih jati terhadap orang-orang yang kafir itu”. (Al-Maidah : 68)


Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa Rafi’, Salam bin Musykam dan Malik bin Shaif (dari kaum Yahudi) berkata: “Hai Muhammad! Bukankah engkau mengaku bahwa engkau mengikuti agama Ibrahim, dan iman kepada kitab yang ada pada kami (Taurat)”. Rasulullah menjawab: “Benar! Akan tetapi kalian telah menyelewengkan dan kufur akan isinya dan kalian menyembunyikan apa yang diperintahkan untuk diterangkan kepada semua manusia”. Mereka berkata: “Sesungguhnya kami melaksanakan apa yang ada pada kami, dan mengikuti petunjuk dan hak”. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 68) sebagai penegasan bahwa mereka tidak mengikuti ajaran yang sebenarnya.

Al-Maidah ayat 67

03.51 Add Comment


“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi pimpinan kepada orang-orang yang kafir”. (Al-Maidah : 67)


Diriwayatkan oleh Abus-Syeikh yang bersumber dari Al-Hasan: bahwa Rasulullah Saw pernah berabda: “Sesungguhnya Allah telah mengutuskan dengan risalah kerasulan. Hal tersebut menyesakkan dadaku karena aku tahu bahwa orang-orang akan mendustakan risalahku. Allah memerintahkan kepadaku untuk menyampaikannya dan kalau tidak Allah akan menyiksaku”. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 67) yang mempertegas perintah penyampaian risalah disertai jaminan akan keselamatannya.


Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mujahid: bahwa ketika turun ayat “Ya ayyuhar rasuulu balligh maa unzila ilaika min rabbika” (sebagian surat Almaidah ayat 67), Rasulullah bersabda: “Ya Rabbi! Apa yang harus aku perbuat, padahal aku sendirian dan mereka berkomplot menghadapiku”. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 67) yang memberikan ketegasan perintah penyampaian risalah kenabian.


Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan At-Tirmidzi yang bersumber dari Aisyah: bahwa Siti Aisyah menyatakan bahwa Nabi Saw biasa dijaga oleh para pengawalnya sampai turun ayat “Wallahu ya’shimuka minannas” (Al-Maidah ayat 67). Setelah ayat itu turun Rasulullah menampakkan dirinya dari kubbah sambil bersabda: “ Wahai saudara-saudara pulanglah kalian, Allah telah menjamin keselamatanku dalam menyebarkan dakwah ini. Sesungguhnya malam seperti ini baik untuk tidur di tempat tidur masing-masing”.


Diriwayatkan oleh At-Thabarani yang bersumber dari Abi Sa’id Al-Khudri: bahwa Al-Abbas paman Nabi Saw termasuk pengawal Nabi. Ketika turun ayat “Wallahu ya’shimuka minannas” (Al-Maidah ayat 67) ia pun meninggalkan pos penjagaannya.


Diriwayatkan oleh At-Thabarani yang bersumber dari Asmah bin Malik Al-Hathmi: bahwa para sahabat biasanya mengawal Rasulullah Saw pada waktu malam sampai turun ayat “Wallahu ya’shimuka minannas” (Al-Maidah ayat 67). Sejak itu mereka meninggalkan pos penjagaannya.


Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam kitab shahihnya yang bersumber dari Abi Hurairah: bahwa para sahabat pernah meninggalkan Rasulullah berhenti di dalam perjalanan, dan berteduh di bawah pohon yang besar. Ketika itu beliau menggantungkan pedangnya di pohon itu. Maka datanglah seorang laki-laki dan mengambil pedang Rasul sambil berkata: “Siapa yang menghalangi engkau daripadaku hai Muhammad!”. Sabda Rasulullah Saw: “Allah yang akan melindungiku daripadamu, letakkanlah pedang itu”. Ketika itu pedang diletakkannya kembali. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 67) yang menegaskan jaminan keselamatan jiwa Rasulullah dari tangan usil manusia.


Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Jabir bin Abdillah: bahwa Rasulullah berhenti istirahat dalam pertempuran Bani Anmar di Dzatir Raqqi di kebun kurma yang tinngi dan duduk di atas sebuah sumur sambil menjulurkan kakinya. Berkatalah Al-Warits dari Bani Najjar kepada teman-temannya: “Aku akan membunuh Muhammad”. Teman-temannya berkata: “Bagaimana cara membunuhnya?”, Ia berkata: “Aku akan berkata: “Cobalah berikan pedangmu. Dan apabila ia memberikan pedangnya akau akan membunuhnya”.
Ia pun pergi mendatangi Rasul dan berkata: “Hai Muhammad! Berikan pedangmu kepadaku agar aku menciumnya”. Pedang itu oleh Rasul diberikan kepadanya, akan tetapi tangannya gemetar, dan bersabdalah Rasul Saw: “Allah mengahalangi dari maksud jahatmu”. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 67) yang menegaskan jaminan keselamatan jiwa bagi Rasulullah.


Diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Jabir bin Abdillah: bahwa Rasulullah biasanya mendapat pengawalan, dan tiap-tiap hari Abu Thalib pun mengirimkan pengawal-pengawalnya dari Bani Hasyim untuk menjaganya. Ketika turun ayat ini (Al-Maidah ayat 67) Rasulullah Saw bersabda kepada kepada Abu Thalib yang akan mengirimkan pengawalnya: “Wahai pamanku! Sesungguhnya Allah telah menjamin keselamatan jiwaku dari perbuatan jin dan manusia”.



Al-Maidah ayat 64

05.33 Add Comment


“Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelengggu”, tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang akan dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka: Dia menafkahkan sebagimana Dia kehendaki. Dan apa yang diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu (Al-Quran) sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan diantara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian diantara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api pertempuran, Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”. (Al Maidah : 64)

Diriwayatkan oleh At-Thabrani yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa seorang Yahudi bernama An-Nabas bin Qais berkata: “Sesungguhnya Tuhanmu itu bakhil (kikir) tidak mau memberi nafkah”, Maka Allah menurunkan ayat ini (Al Maidah ayat 64) sebagai bantahan akan ucapan mereka.

Diriwayatkan oleh Abus-Syeikh dari jalan lain yang bersumber dari Ibnu Abbas juga: bahwa turunnya ayat ini (Al Maidah ayat 64) berkenaan dengan ucapan Fanhas (Kepala Yahudi Qainuqa’) yang menganggap Allah kikir. Ayat ini membantah ucapan itu.

Al-Maidah ayat 57 dan 59

09.06 Add Comment



"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) diantara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir, (orang-orang munafik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman". (Al-Maidah : 57)

"Katakanlah: "Hai Ahli kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan diantara kamu benar-benar orang-orang yang fasik". (Al-Maidah : 59)


Diriwayatkan oleh Abus-Syeikh Ibnu Hibban yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa Rifa'ah bin Zaid bin At-Tabut dan Suwaid bin Al-Harts memperlihatkan selaku orang Islam padahal dia munafik. Salah seorang dari kaum muslimin bersimpati kepada dua orang itu. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-Maidah ayat 57) yang melarang kaum muslimin mengangkat kaum munafik sebagai pemimpin mereka.
Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan bahwa serombongan kaum Yahudi diantaranya Abu Yasir bin Akhtab, Nafi bin Abi Nafi dan Ghazi bin Amr datang menghadap kepada Nabi Saw, dan bertanya: "Kepada Rasul yang mana tuan beriman?" Nabi menjawab: " Aku beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'kub dan cucu-cucunya dan terhadap apa yang diberikan kepada Musa dan Isa dan terhadap apa-apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka, kami tidak akan membeda-bedakannya yang satu dari yang lainnya dan kepada-Nya kami berserah diri" (Ali-Imran ayat 84). Ketika Nabi menyebut nama Isa, mereka mengingkari kenabiannya dan berkata: "Kami tidak percaya kepada Isa dan tidak percaya kepada orang yang beriman kepada Isa". Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-Maidah ayat 59) berkenaan dengan peristiwa tersebut. Ayat ini merupakan teguran kepada orang-orang yang membenci Rasulullah karena Rasul beriman kepada Rasul-rasul dan apa-apa yang diturunkan kepada mereka sebelumnya.