An-Nisa ayat 166

05.43 Add Comment


“(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu) tetapi Allah mengakui Al-Quran yang diturunkan-Nya kepadamu, Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya, dan Malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah yang mengakuinya”. (An  Nisa : 166)

Diriwayatkan olh Ibnu Ishak yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa ketika segolongan kaum Yahudi datang menghadap Rasulullah Saw beliau bersabda: “Demi Allah! Aku yakin bahwa kalian tahu, sesungguhnya aku Rasulullah (uttusan Allah)”. Mereka berkata: “Kami tidak mendapat keterangan tentang hal itu”. Maka Allah menurunkan ayat ini (an nisa ayat 166) sebagai penegasan bahwa kesaksian Allah dan malaikat-Nya lebih menjamin kebenaran akan kerasulannya.

An-Nisa ayat 163

05.42 Add Comment


“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’kub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami datangkan zabur kepada Daud”. (An Nisa : 163)

Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa Adi bin Zaid berkata: Kami tidak mendapat keterangan apakah Allah menurunkan sesuatu kepada siapa pun sesudah Musa”. Maka turunlah ayat ini (an nisa ayat 163) sebagai peringatan atas pertanyaan itu.

An-Nisa ayat 153 - 156

05.20 Add Comment


“Ahli kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: “Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata”. Maka mereka disambar petir karena kedhalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata. Maka kami maafkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata.” (An Nisa : 153)
“Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina karena (mengingkari) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan Kami perintahkan kepada mereka: “Masukilah pintu gerbang itu sambil bersujud”, dan Kami perintahkan (pula kepada mereka: “Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari sabtu)”. Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh”. (An Nisa : 154)
“Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan) disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: “Hati kami tertutup”, bahkan sebenarnya Allah telah mengunci mati hati merka karena kekafirannya. Karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka”. (An Nisa : 155)
“Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa), karena tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (Zina)”. (An Nisa : 156)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b Al-Qurazhi: bahwa orang-orang Yahudi datang menghadap kepada Rasulullah Saw dan berkata: “Sesungguhnya Musa telah membawa alwah (sepuluh perjanjian) dari Allah. Sekarang coba tuan datangkan alwah kepada kami agar kami percaya kepada tuan”. Maka turunlah ayat ini (an nisa ayat 153 - 156) yang menegaskan bahwa kaum Yahudi pernah meminta sesuatu kepada Musa lebih dari apa yang dimintanya sekarang, dan mereka tetap ingkar setelah dikabulkannya itu sehingga Allah melaknatnya. Setelah mendengar ayat ini (an nisa ayat 153 - 156) berdirilah seorang Yahudi dan berkata: “Allah tidak menurunkan apa-apa kepadamu, dan juga tidak menurunkan apa-apa kepada Musa, kepada Isa, atau kepada siapa pun”. Maka Allah menurunkan ayat: “Wama qadarullaha haqqa qadrihi” (Al-An’am ayat 91) sebagai teguran atas kelancangan mereka.

An-Nisa ayat 148

05.40 Add Comment


“Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (An Nisa : 148)


Diriwayatkan oleh Hanad Ibnus-Sim dalam Kitabuz-Zuhdi yang bersumber dari Mujahid: bahwa turunnya ayat ini (an nisa ayat 148) berkenaan dengan  seorang tamu yang berkunjung kepada seseorang di Madinah dan mendapat perlakuan yang tidak baik, sehingga ia pindah dari rumah orang itu. Si tamu itu menceritakan apa-apa yang telah diperlakukan terhadap dirinya. Ayat ini (an nisa ayat 148) membenarkan tindakan orang yang dizalimi untuk menceritakannya pada orang lain.

An-Nisa ayat 135

05.38 Add Comment


“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”. (An Nisa : 135)


Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari As-Suddi: bahwa turunnya ayat ini (An Nisa ayat 135) berkenaan dengan pengaduan dua orang yang bersengketa, seorang kaya dan seorang lagi miskin. Rasulullah Saw membela pihak yang fakir dengan menganggap orang fakir tidak akan mengzhalimi orang kaya. Akan tetapi Allah tidak membenarkan tindakan Rasulullah Saw dan memerintahkan untuk menegakkan keadilan di antara kedua belah pihak.

An-Nisa ayat 128

02.49 Add Comment


“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu menggauli istrimu dengan baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (An Nisa : 128)


Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Al-Hakim yang bersumber dari Aisyah. Diriwayatkan pula oleh At-Tirmidzi seperti itu yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa ketika Saudah binti Za’mah sudah tua dan takut dicerai oleh Rasulullah Saw, ia berkata: “Hari giliranku aku hadiahkan kepada Aisyah”. Maka turunlah ayat ini (An Nisa ayat 128) yang membolehkan tindakan seperti Siti Saudah itu.


Diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansyur yang bersumber dari Sa’id bin Al-Musayyab: bahwa istri Rafi’ bin Khudaij yaitu anak Muhammad bin Muslimah mereka kurang disayangi oleh suaminya karena tuanya atau hal lain, sehingga ia khawatir akan diceraikan. Berkatalah istrinya: “Janganlah engkau menceraikan aku, dan kau boleh datang sekehendak hatimu”. Maka Allah menurunkan ayat ini (An Nisa ayat 128) sebagai anjuran kepada kedua belah pihak untuk mengadakan persesuaian dalam berumah tangga.
Keterangan: bagi riwayat ini ada Syahid yang maushul, yang dikemukakan oleh Al-Hakim dari Ibnu Musayyab yang bersumber dari Rafi’ bin Khudaij.


Diriwayatkan oleh Al-Hakim yang bersumber dari Aisyah: bahwa turunnya ayat ini berkenaan dengan seorang laki-laki yang mempunyai seorang istri dan telah beranak banyak, ingin menceraikan istrinya dan kawin lagi dengan yang lain. Akan tetapi istrinya merelakan dirinya untuk tidak mendapat giliran asal tidak diceraikannya. Ayat ini (An Nisa ayat 128) membenarkan perdamaian dalam hubungan suami istri.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sa’id bin Jubair: bahwa ketika turun awal ayat ini (An Nisa ayat 128) ada seorang wanita berkata kepada suaminya: “Saya ridha mendapat nafkah saja darimu, walaupun tidak mendapat giliran, asal tidak dicerai”. Maka turunlah kelanjutan ayat itu sampai akhir yang membolehkan perbuatan seperti itu.

An-Nisa Ayat 127

22.14 Add Comment


“Dan mereka  minta fatwa kepadamu tentang para wanita, Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al-Quran (juga menfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya”. (An Nisa : 127)

Diriwayatkan oleh Bukhari yang bersumber dari Aisyah: bahwa seorang laki-laki ahli waris dari wali seorang putri yatim menggabungkan seluruh harta si yatim itu dengan hartanya sampai pada barang yang sekecil-kecilnya, bahkan sampai ia mau mengawininya dan tidak mau menikahkannya kepada yang lain, karena takut harta bendanya keluar dari tangannya. Wanita itu dilarang menikah sama sekali. Maka turunlah ayat ini (An-Nisa ayat 127) yang menjelaskan bagaimana seharusnya mengurus anak yatim.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari As-Suddi: bahwa Jabir mempunyai saudara sepupu yang rupanya jelek, tapi mempunyai harta warisan dari ayahnya. jabir sendiri enggan mengawininya dan juga tidak mau mengawinkannya kepada orang lain karena takut harta bendanya lepas dari tangannya dibawa oleh suaminya. Ia bertanya kepada Rasulullah Saw sehingga turunlah ayat ini (An-Nisa ayat 127) sebagai pedoman bagi mereka yang mengurus anak yatim.

An-Nisa Ayat 123 dan 124

04.17 Add Comment


"(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah". (An Nisa : 123)

"Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shaleh, baik ia laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk kedalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun". (An Nisa : 124)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa kaum Yahudi dan Nashrani berkata: "Tidak akan masuk surga selain daripada kami", dan berkata Quraisy: "Kami tidak akan dibangkitkan dari kubur". Maka Allah menurunkan ayat ini (An Nisa ayat 123) yang menjelaskan bahwa balasan dari Allah disesuaikan dengan amal masing-masing dan bukan menurut angan-angan mereka.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Masruq: bahwa kaum Nashara saling menyombongkan diri dengan kaum Muslimin, dengan berkata: "Kami lebih mulia daripada kalian". Kaum Muslimin berkata: "Kami lebih mulia daripada kalian". Lalu Allah menurunkan ayat ini (An Nisa ayat 123) yang menegaskan bahwa keutamaan itu tidaklah menurut angan-angan mereka, akan tetapi selaras dengan amalnya yang akan dibalas oleh Allah SWT.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah, Ad-Dhahhak, As-Suddi dan Abi Saleh: menurut riwayat ini yang saling menyombongkan diri itu (yang tersebut dalam hadis di atas) adalah tokoh-tokoh agama. Dan dalam riwayat lainnya lagi, yang menyombongkan dirinya itu ialah Yahudi, Nashara dan orang-orang Islam yang sedang duduk-duduk dan masing-masing menegaskan lebih mulia daripada yang lainnya. Maka turunlah ayat ini (An nisa ayat 123) sebagai teguran kepada mereka.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Masruq: bahwa setelah turun ayat ini (An Nisa ayat 123) ahlul kitab (Nashara dan Yahudi) berkata kepada kaum Muslimin: "Kami dan kalian sama". Maka turunlah ayat selanjutnya (An Nisa ayat 124) yang menyangkal persamaan antara Yahudi dan Nashara dengan kaum yang beriman.