Al-An'am ayat 33

00.52 Add Comment


“Sesungguhnya, Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang dzalim itu mengingkari ayat-ayat Allah”.


Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Al-Hakim yang bersumber dari Ali bin Abi Thalib: bahwa Abu Jahal berkata kepada Nabi Saw: “Kami bukan tidak mempercayaimu akan tetapi kami tidak percaya akan apa yang kau bawa”. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-An’am ayat 33) sebagai penjelasan bahwa orang-orang seperti itu tidak perlu disesali, karena hanya orang yang lalim yang menentang ayat-ayat Allah.

Al-An'am ayat 26

00.50 Add Comment


“Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Qur’an, dan mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedang mereka tidak menyadari”.

Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa turunnya ayat ini (Al-An’am ayat 26) berkenaan dengan Abu Thalib yang melarang kaum musyrikin menyakiti Nabi Saw padahal ia sendiri menjauhkan diri dari ajaran Nabi. Ayat ini (Al-An’am ayat 26) menegaskan bahwa perbuatan seperti itu hanya akan mencelakakan dirinya sendiri tanpa disadarinya.


Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Abi Hilal: bahwa ayat ini (Al-An’am ayat 26) turun berkenaan dengan paman-paman Nabi Saw yang berjumlah sepuluh orang yang terang-terangan sangat dekat kepada Nabi, tetapi secara diam-diam mereka merupakan perintang utamanya. Ayat ini (Al-An’am ayat 26) menegaskan bahwa perbuatan seperti itu hanya akan mencelakakan mereka sendiri tanpa disadarinya.

Al-An'am ayat 19 dan 20

05.48 Add Comment


“Katakanlah : “Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?”. Katakanlah : “Allah menjadi saksi antara aku dan kamu, dan Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamudan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya), apakah sesungguhnya kau mengakui bahwa ada Tuhan-tuhan yang lain disamping Allah?”. Katakanlah : “Aku tidak mengakui”. Katakanlah : “Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)”. (Al-An’am : 19)

“Orang-orang yang telah kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah)”. (Al-An’am : 20)


Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak dan Ibnu Jarir dan Sa’id atau ‘Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa An-Nahham bin Zaid, Qaurdum bin Ka’ab dan Bahri bin Umair menghadap Rasulullah Saw dan berkata: “Hai Muhammad! Engkau tidak mengetahui bahwa ada Tuhan selain Allah”. Bersabdalah Rasululllah: “Tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dengan (membawa penjelasan) itu aku diutus, dan kepada (kepercayaan) itu aku mengajak (da’wah)”.  Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-An’am ayat 19 dan 20) sebagai penegasan bahwa Allah Maha Esa, sebagaimana mereka ketahui dari Kitab Taurat.

Al-Maidah ayat 106-108

10.00 Add Comment


“Hai orang-orang yang beriman, apabila salah satu seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil diantara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah salat (untuk bersumpah) lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu: “(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami (kalau menyembunyikan), tentulah kami termasuk orang-orang yang berdosa”. (Al-Maidah : 106)

“Maka jika diketahui bahwa kedua (saksi itu) memperbuat dosa, maka dua orang yang lain diantara ahli waris yang berhak yang lebih dekat (kepada orang yang meninggal memajukan tuntutan) untuk menggantikannya, lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah: “Sesungguhnya persaksian kami lebih layak diterima daripada persaksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas, sesungguhnya kami kalau berbuat demikian, termasuk orang-orang yang menganiaya diri sendiri”. (Al-Maidah : 107)

“Itu lebih dekat untuk (menjadikan para saksi) mengemukakan persaksiannya menurut yang sebenarnya, dan (lebih dekat untuk menjadikan mereka) merasa takut akan dikembalikan sumpahnya (kepada ahli waris) sesudah mereka bersumpah. Dan bertakwalah kepada Allah dan dengarkan (perintah-Nya). Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. (Al-Maidah : 108)

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan lainnya dari Ibnu Abbas yang bersumber dari Tamim Ad-Dari : bahwa dua orang Nasrani yang bernama Tamim Ad-Dari dan ‘Adi bin Bada sering berpulang pergi ke Syam berdagang sebelum mereka masuk Islam. Ikut bersama mereka seorang maula dari Bani Salim yang bernama Badil bin Abi Maryam yang juga membawa dagangan serta membawa bejana yang dibuat dari perak. Di perjalanan Badil bin Abi Maryam sakit dan ia wasiat kepada kedua orang itu agar pusakanya disampaikan kepada ahli warisnya. Berkatalah Tamim: “Ketika ia meninggal kami ambil bejana perak dan kami jual dengan harga seribu dirham, dan uangnya kami bagi dua bersama ‘Adi bin Bada. Setelah kami sampaikan amanat warisan itu kepada ahli warisnya, mereka kehilangan bejana perak dan bertanya kepada kami, dan kami katakan bahwa Badil tidak meninggalkan selain yang telah kami serahkan”.
Setelah Tamim masuk Islam, ia merasa berdosa dari perbuatan itu kemudian mendatangi ahli waris Badil dan mengaku terus terang serta menyerahkan uang sebanyak lima ratus dirham, dan sisanya sebesar lima ratus dirham lagi ada pada kawannya (‘Adi bin Bada). Maka berangkatlah ahli warisnya itu beserta ‘Adi menghadap Rasulullah Saw. Rasulullah minta bukti-bukti tuduhan terhadap ‘Adi itu, tetapi mereka tidak dapat memenuhinya. Kemudian Rasulullah Saw menyuruh mereka menyumpah ‘Adi, dan ia pun bersumpahlah. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-Maidah ayat 106-108).
Maka berdirilah Amr bin Assh dan seorang lainnya bersumpah untuk menjadi saksi sehingga diputuskan agar diambil yang lima ratus dirham lagi dari ‘Adi bin Bada.

Keterangan :
Hadits ini Dhaif menurut At-Tirmidzi.
Ad-Dzahabi menetapkan bahwa Tamim disini bukan Tamim Ad-Dari yang didasarkan ucapan Muqatil bin Hibban.

Al-Hafidh Ibnu Hajar tidak mendapatkan keterangan yang jelas bahwa yang tersebut dalam Hadits itu adalah Tamim Ad-Dari.

Al-Maidah ayat 101

04.11 Add Comment


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakannya di waktu Al-Quran itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”. (Al-Maidah : 101)


Diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Anas bin Malik: bahwa ketika Rasulullah Saw berkhotbah, ada seorang yang bertanya: “Siapa bapak saya?”. Nabi menjawab: “Fulan”. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 101) sebagai teguran bagi orang-orang yang suka bertanya tentang hal yang bukan-bukan.

Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa orang-orang bertanya kepada Rasulullah Saw dengan maksud memperolok-olokkannya, ada yang bertanya: “Siapa bapak saya?”, dan ada pula yang bertanya: “Di mana ontaku yang hilang?”. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-Maidah ayat 101) yang melarang orang-orang mukmin bertanya hal yang bukan-bukan.

Diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi dan Al-Hakim yang bersumber dari Ali. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir seperti itu yang bersumber dari Abi Hurairah, Abu Umamah dan Ibnu Abbas: bahwa ketika turun ayat “Walillahhi ‘alannasi hijjul baiti....” (Ali Imran ayat 97) orang-orang bertanya: “Apakah tiap tahun ya Rasulullah?”. Rasul menjawab: “Tidak, karena apabila kukatakan ‘Ya’ tentu akan menjadi wajib (tiap tahun)”. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-Maidah ayat 101) yang melarang kaum Mukminin terlalu banyak bertanya kepada Rasul.

Keterangan:

Menurut Al-Hafidh Ibnu Hajar: Tidak ada halangan apabila ayat ini turun dalam dua peristiwa, akan tetapi hadis Ibnu Abbas lebih shahih sanadnya.

Al-Maidah ayat 100

03.55 Add Comment


“Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, sebab itu bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan (sukses)”. (Al-Maidah : 100)


Diriwayatkan oleh Al-Wahidi dan Al-Ashbahani di dalam kitab At-Targhib yang bersumber dari Jabir : bahwa ketika Nabi Saw menerangkan haramnya arak, berdirilah seorang Badui dan berkata: “Saya pernah menjadi pedagang arak, dan saya menjadi kaya raya karenanya. Apakah kekayaanku ini bermanfaat apabila saya menggunakannya untuk taat kepada Allah?”. Nabi menjawab: “Sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang baik”. Maka turunlah ayat ini (Surat Al-Maidah ayat 100) yang membenarkan ucapan Rasulullah.

Al-Maidah ayat 90-93

04.22 Add Comment


“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (Al-Maidah : 90)

“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingati Allah dan salat. Maka maukah kamu berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?”. (Al-Maidah : 91)

“Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang”. (Al-Maidah : 92)

“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Al-Maidah : 93)


Diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang bersumber dari Abu Hurairah : bahwa ketika Rasulullah Saw datang ke Madinah didapatinya kaumnya suka minum arak dan makan hasil judi. Mereka bertanya kepada Rasulullah Saw tentang hal itu. Maka turunlah ayat “yas aluunaka ‘anil khamri wal maisirii qul fi hima itsmun kabiirun wa manafi’u linnasi.....” sampai akhir ayat (Surat Al-Baqarah ayat 219). Mereka berkata: “Tidak diharamkan kepada kita minum arak hanyalah dosa besar”. Dan mereka terus minum arak. Pada suatu hari ada seorang dari kaum muhajirin menjadi imam bagi para sahabat pada waktu salat magrib. Bacaannya salah (karena mabuk). Maka Allah menurunkan ayat yang lebih keras daripada ayat yang tadi, yaitu ayat “yaa ayyuhalladzina amanu la taqrabus shalata wa antum sukaraa hatta ta’lamu maa taqulun” (Surat An-Nisa ayat 43).
Kemudian turun ayat yang lebih keras lagi (Surat al maidah ayat 90, 91) yang memberikan kepastian akan haramnya. Sehingga mereka berkata: “Cukuplah, kami akan berhenti”. Kemudian orang-orang bertanya: “Ya Rasulullah bagaimana nasib orang-orang yang gugur di jalan Allah, dan mati di atas kasur padahal mereka peminum arak dan makan hasil judi, dan Allah telah menetapkan bahwa kedua hal itu termasuk perbuatan dari setan yang keji. Kemudian Allah menurunkan ayat selanjutnya (Surat Al-Maidah ayat 93) yang menjawab pertanyaan mereka.


Diriwayatkan oleh An-Nasai dan Al-Baihaki yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa turunnya ayat ini (Surat al maidah ayat 90) berkenaan dengan peristiwa yang terjadi pada dua suku golongan anshar yang hidup rukun tidak ada dendam kesumat. Tetapi apabila mereka minum sampai mabuk, mereka saling ganggu mengganggu yang meninggalkan bekas pada muka atau kepalanya sehingga pudarlah rasa kekeluargaan mereka, lalu timbullah rasa permusuhan dan langsung menuduh bahwa suku yang lainnyalah yang mengganggunya itu, dan mereka tidak akan berbuat seperti ini apabila mereka saling berkasih sayang. Perasaan yang demikianlah yang menimbulkan dendam kesumat.
Ayat ini melukiskan berhasilnya setan mengadu domba orang-orang yang beriman sebab minum arak dan main judi.

Orang-orang yang berat meninggalkan minuman itu memperbincangkan najis yang telah diminum oleh orang-orang yang gugur di peristiwa Uhud. Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya (Surat Al-Maidah ayat 93) sebagai penjelasan tentang kedudukan mereka yang gugur sebelum turunnya ayat larangan minum arak dan main judi.

Al-Maidah ayat 87

05.54 Add Comment


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik-baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Al-Maidah : 87)


Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas : bahwa seorang laki-laki menghadap kepada Nabi Saw dan berkata: “Ya Rasulallah! Apabila aku makan daging timbullah syahwatku kepada wanita, oleh karena itu saya haramkan daging untukku”. Maka turunlah ayat ini (Surat Al-Maidah ayat 87) sebagai larangan untuk mengharamkan yang halal.


Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Al-Ufi yang bersumber dari Ibnu Abbas, Diriwayatkan pula oleh Ikrimah, Abi Qilabah, Mujahid, Abi Malik, An-Nakhi, As-Suddi dan lain-lain : bahwa beberapa sahabat, diantaranya Utsman bin Madz’un mengharamkan campur dengan  istrinya bagi dirinya sendiri dan mengharamkan makan daging. Mereka mengambil pisau akan memotong kemaluannya supaya syahwatnya terputus, sehingga mereka tidak terganggu ibadah kepada Allah. Maka turunlah ayat ini (Surat Al-Maidah ayat 87) yang melarang kaum Mu’minin mengharamkan barang yang halal.
Keterangan:
Menurut riwayat As-Suddi, para sahabat yang mengharamkan itu terdiri atas 10 orang antara lain Ibnu Madz’un dan Ali bin Abi Thalib.
Menurut riwayat Ikrimah mereka itu antara lain Ibnu Madz’un, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Miqdad bin Aswad, Salim (Abid yang telah dibebaskan dan diangkat sebagai keluarga Abu Hudzaifah). Dan menurut riwayat Mujahid, mereka itu antara lain Ibnu Madz’un dan Abdullah bin Umar.


Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir di dalam kitab tarikhnya dari As-Suddi As-Shagir dari Al-Kalbi dari Abi Shalih yang bersumber dari Ibnu Abbas : bahwa turunnya ayat ini (Surat Al-Maidah ayat 87) berkenaan dengan segolongan para sahabat, diantaranya Abu Bakar, Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, Utsman bin Madz’un, Miqdad bin Aswad, dan Salim (Maula Abi Hudzaifah) yang sepakat akan mengebiri dirinya dan akan menjauhi istrinya, tidak akan makan daging dan gajih, memakai pakaian padri dan tidak akan makan kecuali sekedarnya saja dan mereka akan dakwah mengelilingi dunia seperti para rahib. Ayat ini (Surat Al-Maidah ayat 87) melarang perbuatan seperti itu.


Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Zaid bin Aslam: bahwa Abdullah bin Rawahah kedatangan keluarganya disaat ia berada di rumah Rasulullah Saw. Ketika ia pulang, didapatinya tamunya belum disuguhi makanan, karena mereka menunggu Abdullah. Ia berkata kepada istrinya: “Mengapa engkau biarkan tamuku tidak disuguhi makanan karena menungguku, padahal makanan ini haram bagiku”. Berkata istrinya: “Makanan ini pun haram bagiku”. Dan berkata tamu itu: “Makanan ini haram bagiku”. Karena peristiwa itu Abdullah mempersilahkan makan pada tamunya sambil mengucapkan bismillah dan ia pun ikut makan bersamanya. Setelah itu ia pergi kepada Rasulullah Saw dan menceritakan kejadian di rumahnya itu. Maka turunlah ayat ini (Surat Al-Maidah ayat 87) yang melarang kaum Mu’minin mengharamkan barang yang halal.

Al-Maidah ayat 82 dan 83

05.52 Add Comment


“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini adalah Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena diantara mereka itu (orang-orang nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri”. (Al-Maidah : 82)

“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri), seraya berkata: “Ya Tuhan Kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orangorang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Quran dan kenabian Muhammad Saw)”. (Al-Maidah : 83)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Al-Musaiyyab, Abi bakar bin Abdirrahman dan Urwah bin Zubair: bahwa Rasulullah Saw telah mengutus Amr bin Umayyah Ad-Dhamari menyampaikan surat kepada An-Najasyi. Sesampainya ke hadapan An-Najasyi surat itu pun dibacanya. Raja Najasyi pun memanggil Ja’far bin Abi Thalib dan orang-orang yang hijrah bersamanya (hijrah ke Habsyah) serta para rahib dan padri. Ia pun menyuruh Ja’far bin Abi Thalib membaca Quran dan dibacanya surat Maryam. Semua yang hadir beriman kepada isi Al-Quran dan berlinang-linang air matanya. Mereka inilah yang disebut Allah di dalam ayat tersebut di atas (Al-Maidah ayat 82 dan 83)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Jubair: bahwa An-Najasyi mengirim tiga puluh orang sahabatnya yang terbaik kepada Rasulullah Saw. Rasulullah membaca surat Yasin kepada mereka, sehingga mereka menangis dan turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 82 dan 83) yang menceritakan adanya kaum rahib dan pendeta Nashara yang tidak sombong dan beriman kepada yang diturunkan kepada Rasululllah Saw.


Diriwayatkan oleh An-Nasai yang bersumber dari Abdullah bin Zubair, diriwayatkan pula oleh At-Thabrani yang bersumber dari Ibnu Abbas seperti itu tetapi lebih jelas: bahwa turunnya ayat ini (Al-Maidah ayat 83) berkenaan dengan An-Najasyi dan kawan-kawannya. Ayat ini menegaskan bahwa mereka bercucuran air matanya apabila mendengar ayat-ayat yang diturunkan pada Rasulullah (karena mereka yakin akan kebenarannya).

Al-Maidah ayat 68

05.17 Add Comment


“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat dan Injil dan apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu (dengan perantaraan Muhammad yaitu Al-Quran)”. Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka. Karena itu janganlah kamu bersedih jati terhadap orang-orang yang kafir itu”. (Al-Maidah : 68)


Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa Rafi’, Salam bin Musykam dan Malik bin Shaif (dari kaum Yahudi) berkata: “Hai Muhammad! Bukankah engkau mengaku bahwa engkau mengikuti agama Ibrahim, dan iman kepada kitab yang ada pada kami (Taurat)”. Rasulullah menjawab: “Benar! Akan tetapi kalian telah menyelewengkan dan kufur akan isinya dan kalian menyembunyikan apa yang diperintahkan untuk diterangkan kepada semua manusia”. Mereka berkata: “Sesungguhnya kami melaksanakan apa yang ada pada kami, dan mengikuti petunjuk dan hak”. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 68) sebagai penegasan bahwa mereka tidak mengikuti ajaran yang sebenarnya.

Al-Maidah ayat 67

03.51 Add Comment


“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi pimpinan kepada orang-orang yang kafir”. (Al-Maidah : 67)


Diriwayatkan oleh Abus-Syeikh yang bersumber dari Al-Hasan: bahwa Rasulullah Saw pernah berabda: “Sesungguhnya Allah telah mengutuskan dengan risalah kerasulan. Hal tersebut menyesakkan dadaku karena aku tahu bahwa orang-orang akan mendustakan risalahku. Allah memerintahkan kepadaku untuk menyampaikannya dan kalau tidak Allah akan menyiksaku”. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 67) yang mempertegas perintah penyampaian risalah disertai jaminan akan keselamatannya.


Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mujahid: bahwa ketika turun ayat “Ya ayyuhar rasuulu balligh maa unzila ilaika min rabbika” (sebagian surat Almaidah ayat 67), Rasulullah bersabda: “Ya Rabbi! Apa yang harus aku perbuat, padahal aku sendirian dan mereka berkomplot menghadapiku”. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 67) yang memberikan ketegasan perintah penyampaian risalah kenabian.


Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan At-Tirmidzi yang bersumber dari Aisyah: bahwa Siti Aisyah menyatakan bahwa Nabi Saw biasa dijaga oleh para pengawalnya sampai turun ayat “Wallahu ya’shimuka minannas” (Al-Maidah ayat 67). Setelah ayat itu turun Rasulullah menampakkan dirinya dari kubbah sambil bersabda: “ Wahai saudara-saudara pulanglah kalian, Allah telah menjamin keselamatanku dalam menyebarkan dakwah ini. Sesungguhnya malam seperti ini baik untuk tidur di tempat tidur masing-masing”.


Diriwayatkan oleh At-Thabarani yang bersumber dari Abi Sa’id Al-Khudri: bahwa Al-Abbas paman Nabi Saw termasuk pengawal Nabi. Ketika turun ayat “Wallahu ya’shimuka minannas” (Al-Maidah ayat 67) ia pun meninggalkan pos penjagaannya.


Diriwayatkan oleh At-Thabarani yang bersumber dari Asmah bin Malik Al-Hathmi: bahwa para sahabat biasanya mengawal Rasulullah Saw pada waktu malam sampai turun ayat “Wallahu ya’shimuka minannas” (Al-Maidah ayat 67). Sejak itu mereka meninggalkan pos penjagaannya.


Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam kitab shahihnya yang bersumber dari Abi Hurairah: bahwa para sahabat pernah meninggalkan Rasulullah berhenti di dalam perjalanan, dan berteduh di bawah pohon yang besar. Ketika itu beliau menggantungkan pedangnya di pohon itu. Maka datanglah seorang laki-laki dan mengambil pedang Rasul sambil berkata: “Siapa yang menghalangi engkau daripadaku hai Muhammad!”. Sabda Rasulullah Saw: “Allah yang akan melindungiku daripadamu, letakkanlah pedang itu”. Ketika itu pedang diletakkannya kembali. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 67) yang menegaskan jaminan keselamatan jiwa Rasulullah dari tangan usil manusia.


Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Jabir bin Abdillah: bahwa Rasulullah berhenti istirahat dalam pertempuran Bani Anmar di Dzatir Raqqi di kebun kurma yang tinngi dan duduk di atas sebuah sumur sambil menjulurkan kakinya. Berkatalah Al-Warits dari Bani Najjar kepada teman-temannya: “Aku akan membunuh Muhammad”. Teman-temannya berkata: “Bagaimana cara membunuhnya?”, Ia berkata: “Aku akan berkata: “Cobalah berikan pedangmu. Dan apabila ia memberikan pedangnya akau akan membunuhnya”.
Ia pun pergi mendatangi Rasul dan berkata: “Hai Muhammad! Berikan pedangmu kepadaku agar aku menciumnya”. Pedang itu oleh Rasul diberikan kepadanya, akan tetapi tangannya gemetar, dan bersabdalah Rasul Saw: “Allah mengahalangi dari maksud jahatmu”. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 67) yang menegaskan jaminan keselamatan jiwa bagi Rasulullah.


Diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Jabir bin Abdillah: bahwa Rasulullah biasanya mendapat pengawalan, dan tiap-tiap hari Abu Thalib pun mengirimkan pengawal-pengawalnya dari Bani Hasyim untuk menjaganya. Ketika turun ayat ini (Al-Maidah ayat 67) Rasulullah Saw bersabda kepada kepada Abu Thalib yang akan mengirimkan pengawalnya: “Wahai pamanku! Sesungguhnya Allah telah menjamin keselamatan jiwaku dari perbuatan jin dan manusia”.



Al-Maidah ayat 64

05.33 Add Comment


“Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelengggu”, tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang akan dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka: Dia menafkahkan sebagimana Dia kehendaki. Dan apa yang diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu (Al-Quran) sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan diantara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian diantara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api pertempuran, Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”. (Al Maidah : 64)

Diriwayatkan oleh At-Thabrani yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa seorang Yahudi bernama An-Nabas bin Qais berkata: “Sesungguhnya Tuhanmu itu bakhil (kikir) tidak mau memberi nafkah”, Maka Allah menurunkan ayat ini (Al Maidah ayat 64) sebagai bantahan akan ucapan mereka.

Diriwayatkan oleh Abus-Syeikh dari jalan lain yang bersumber dari Ibnu Abbas juga: bahwa turunnya ayat ini (Al Maidah ayat 64) berkenaan dengan ucapan Fanhas (Kepala Yahudi Qainuqa’) yang menganggap Allah kikir. Ayat ini membantah ucapan itu.

Al-Maidah ayat 57 dan 59

09.06 Add Comment



"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) diantara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir, (orang-orang munafik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman". (Al-Maidah : 57)

"Katakanlah: "Hai Ahli kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan diantara kamu benar-benar orang-orang yang fasik". (Al-Maidah : 59)


Diriwayatkan oleh Abus-Syeikh Ibnu Hibban yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa Rifa'ah bin Zaid bin At-Tabut dan Suwaid bin Al-Harts memperlihatkan selaku orang Islam padahal dia munafik. Salah seorang dari kaum muslimin bersimpati kepada dua orang itu. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-Maidah ayat 57) yang melarang kaum muslimin mengangkat kaum munafik sebagai pemimpin mereka.
Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan bahwa serombongan kaum Yahudi diantaranya Abu Yasir bin Akhtab, Nafi bin Abi Nafi dan Ghazi bin Amr datang menghadap kepada Nabi Saw, dan bertanya: "Kepada Rasul yang mana tuan beriman?" Nabi menjawab: " Aku beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'kub dan cucu-cucunya dan terhadap apa yang diberikan kepada Musa dan Isa dan terhadap apa-apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka, kami tidak akan membeda-bedakannya yang satu dari yang lainnya dan kepada-Nya kami berserah diri" (Ali-Imran ayat 84). Ketika Nabi menyebut nama Isa, mereka mengingkari kenabiannya dan berkata: "Kami tidak percaya kepada Isa dan tidak percaya kepada orang yang beriman kepada Isa". Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-Maidah ayat 59) berkenaan dengan peristiwa tersebut. Ayat ini merupakan teguran kepada orang-orang yang membenci Rasulullah karena Rasul beriman kepada Rasul-rasul dan apa-apa yang diturunkan kepada mereka sebelumnya.

Al-Maidah ayat 55

04.42 Add Comment


“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)”. (Al-Maidah : 55)


Diriwayatkan oleh At-Thabrani dalam kitab Al-Ausath di dalamnya terdapat rawi yang tidak dikenal yang bersumber dari ‘Ammar bin Yasir: dikemukakan bahwa ketika seorang peminta-minta datang kepada Ali bin Abi Thalib yang pada waktu itu sedang shalat sunat, ia tinggalkan cincinnya dan diserahkannya kepada si peminta-minta. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 55) yang mengemukakan beberapa ciri pemimpin yang wajib ditaati.

Keterangan:
Hadits ini diperkuat oleh hadits-hadits :
-         1. Yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dari Abdul Wahab bin Mujahid dari bapaknya yang bersumber dari Ibnu Abbas
-         2.  Yang diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih melalui rawi lain yang bersumber dari Ibnu Abbas
-         3.  Yang diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ali
-         4.  Yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Mujahid, dari Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Salamah bin Kuhail.
Hadits-hadits ini saling menguatkan

Al-Maidah ayat 51

06.00 Add Comment


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi pemimpin-peminmpin(mu), sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi pimpinan kepada orang-orang yang dhalim”. (Al-Maidah : 51)


Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim dan Baihaki yang bersumber dari Ubadah bin Shamit: bahwa Abdullah bin Ubay bin Salul (tokoh munafik Madinah) dan Ubadah bin Shamit (salah seorang tokoh Islam dari Bani Auf dan Khazraj) terikat oleh suatu perjanjian untuk saling membela dengan Yahudi Bani Qainuqa’. Ketika Bani Qainuqa’ memerangi Rasulullah Saw, Abdullah bin Ubay tidak melibatkan diri, dan Ubadah bin Shamit berangkat menghadap kepada Rasulullah Saw untuk membersihkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya dari ikatannya dengan Bani Qainuqa’ itu serta menggabungkan diri pada Rasulullah dan menyatakan taat hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 51) yang mengingatkan orang yang beriman untuk tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan tidak mengangkat kaum Yahudi dan Nashara menjadi pimpinan mereka.

Al-Maidah ayat 49 dan 50

05.50 Add Comment


“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”. (Al Maidah : 49)

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”. (Al Maidah : 50)


Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa Ka’ab bin Usaid mengajak Abdullah bin Shuria dan Syasi bin Qais pergi menghadap kepada Nabi Muhammad untuk mencoba memalingkan Muhammad dari agamanya dengan berkata : “Hai Muhammad! Engkau tahu bahwa kami pendeta-pendeta Yahudi, pembesar dan tokoh mereka. Jika kami jadi pengikutmu pasti kaum Yahudi akan mengikuti jejak kami dan mereka tidak akan menyalahi kehendak kami. Kebetulan antara kami dengan mereka terdapat percekcokan, dan kami mengharapkan engkau mengadilinya dan memenangkan kami dalam perkara ini, pasti kami akan beriman kepadamu”. Nabi Saw menolak permintaan mereka, dan turunlah ayat ini (Al Maidah ayat 49-50) mengingatkannya untuk tetap berpegang pada hukum Allah dan berhati-hati terhadap kaum Yahudi.

Al-Maidah ayat 41 - 45

10.01 Add Comment


“Hai Rasul!, Janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulutmereka: “Kami telah beriman”, padahal hati mereka belum beriman; dan (juga diantara orang-orang Yahudi. (orang-orang Yahudi itu amat suka) mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu, mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: “Jika diberikan ini (yang sudah diobah-obah oleh mereka) kepadamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah”. Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) daripada Allah, mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak menghendaki akan mensucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”. (Al Maidah : 41)

“Mereka orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram, karena itu jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka. Jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putukan (perkara itu) diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah, menyukai orang-orang yang adil”. (Al Maidah : 42)

“Dan bagaimanakah mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang didalamnya (ada) hukum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari putusanmu)? Dan mereka sungguh-sungguh bukan orang yang beriman”. (Al Maidah : 43)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh Nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (Al Maidah : 44)

“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qisash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dhalim”. (Al Maidah : 45)


Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa ayat ini (Al-Maidah ayat 41) turun berkenaan dengan dua golongan kaum Yahudi. Salah satu diantaranya menzhalimi yang lain di zaman jahiliyah, yaitu mereka memaksakan hukum yang tidak seimbang. Apabila si kuat (ekonominya) membunuh si lemah, maka fidyahnya (tebusannya) 50 wasaq, dan sebaliknya apabila si lemah membunuh si kuat, maka fidyahnya (tebusannya) 100 wasaq. Ketetapan ini berlaku hingga Rasulullah Saw diutus.
Pada suatu ketika si lemah membunuh si kkuat, dan si kuat mengutus agar si lemah membayar fidyahnya 100 wasaq. Berkatalah si lemah: “Apakah dapat terjadi di dua kampung yang agamanya, turunannya dan negaranya sama, membayar tebusan berbeda (setengah dari yang lain)? Kami berikan sekarang ini dengan rasa dongkol, tertekan serta takut terjadi perpecahan. Tapi sekiranya Muhammad sudah sampai kemari, kami tidak akan memberikan itu kepadamu”. Hampir saja terjadi pertikaian diantara dua golongan itu, dan mereka bersepakat untuk menjadikan Rasulullah sebagai penengah. Mereka mengutus orang-orang kaum munafik untuk mengetahui pendapat Muhammad. (Al Maidah ayat 41) diturunkan, memperingatkan kepada Nabi untuk tidak ambil pusing hal mereka.


Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dan lainnya yang bersumber dari Al-Barra bin Azib: bahwa di depan Rasulullah Saw orang-orang Yahudi membawa seorang hukuman yang dijemur dan dipukuli. Rasulullah Saw memanggil mereka dan bertanya: “Apakah demikian hukuman terhadap orang berzina yang kalina dapati di dalam kitab kalian?”. Mereka menjawab: “Ya”. Kemudian Rasul memanggil seorang ulama mereka dan bersabda: “Aku bersumpah atas nama Allah yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah demikian kamu dapati hukuman kepada orang yang berzina di dalam kitabmu?”. Ia menjawab: “Tidak, demi Allah jika engkau tidak bersumpah lebih dahulu tidak akan kuterangkan, bahwa hukuman bagi orang yang berzina di dalam kitab kami adalah dirajam (dilempari batu sampai mati). Akan tetapi karena banyak pembesar-pembesar kami yang melakukan zina, maka kami biarkan, dan apabila seorang hina berzina kami tegakkan hukum sesuai dengan kitab. Kemudian kami berkumpul dan mengubah hukum tersebut dengan menetapkan hukum yang ringan dilaksanakan, bagi yang hina ataupun pembesar yaitu menjemur dan memukulinya”. Bersabdalah Rasulullah Saw: “Ya Allah, sesungguhnya saya yang pertama menghidupkan perintah-Mu setelah dihapuskan oleh mereka”. Kemudian Rasulullah Saw menetapkan hukum rajam, dan dirajamlah Yahudi pezina itu. Maka turunlah ayat ini (Al Maidah ayat 41) sampai dengan “In utitum hadza fakhudzuh”.
Dalam peristiwa lain kaum Yahudi mengutus orang-orang untuk meminta fatwa kepada Nabi Muhammad Saw dengan catatan apabila fatwanya menyuruh agar pezina itu dijemur dan dipukuli sesuai dengan hukum yang mereka tetapkan, fatwa itu akan diterima, dan jika ia memberi fatwa agar pzina itu dihukum rajam, fatwa itu agar dihindari. Maka turunlah ayat berikutnya (Al Maidah ayat 41 – 45) yang memberi peringatan untuk hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah SWT.


Diriwayatkan oleh Al-Humaidi di dalam musnadnya yang bersumber dari Jabir bin Abdillah. Diriwayatkan pula oleh Al-Baihaqi dalam kitab Ad-Dalail yang bersumber dari Abi Hurairah: dikemukakan bahwa seorang laki-laki dari suku Fadaq telah berzina. Orang-orang Fadaq menulis surat kepada orang-orang Yahudi di Madinah, agar supaya mereka bertanya kepada Muhammad tentang hukum orang zina itu. Jika ia memerintahkan dijilid (dipukuli) maka terimalah, dan jika ia memerintahkan supaya dirajam, jangan diterima. Orang-orang Yahudi di Madinah bertanya kepada Nabi Saw. Nabi pun menjawab seperti yang tersebut dalam hadits di atas. Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dirajam. Maka turunlah ayat tersebut (Al Maidah ayat 42) sebagai tuntunan agar Nabi menetapkan hukum sesuai dengan hukum Allah.

Al-Maidah ayat 38 dan 39

06.01 Add Comment


“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka telah kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”. (Al-Maidah : 38)
“Maka barangsiapa bertobat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al-Maidah : 39)


Diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya yang bersumber dari Abdullah bin Amr: bahwa seorang wanita mencuri di zaman Rasulullah, kemudian dipotong tangannya yang kanan (sesuai dengan surat Al Maidah ayat 38). Ia bertanya: “Apakah diterima tobatku ya Rasulullah?”. Maka Allah menurunkan ayat berikutnya (Al Maidah ayat 39) yang menegaskan bahwa tobat seseorang akan diterima Allah apabila ia memperbaiki diri dan berbuat baik.

Al-Maidah ayat 33

05.59 2 Comments


“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar”. (Al-Maidah : 33)


Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Yazid bin Abi Habib: bahwa Abdul Malik bin Marwan menulis surat kepada Anas, yang bertanya tentang ayat ini (Al-Maidah ayat 33) Anas menjawab dengan menerangkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan suku Urainah yang murtad dari agama Islam dan membunuh penggembala unta serta untanya dibawa lari. Ayat ini (Al-Maidah ayat 33) sebagai ancaman hukum bagi orang-orang yang membuat keonaran di bumi dengan membunuh dan mengganggunya.

Al-Maidah ayat 19

05.57 2 Comments


“Hai ahli kitab!, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syariat kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak mengatakan: “Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan”. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.  (Al-Maidah : 19)

Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa Rasulullah Saw berdakwah kepada orang-orang Yahudi agar supaya masuk Islam akan tetapi mereka menolaknya. Berkatalah Mu'adz bin Jabal dan Sa'ad bin Ubadah (Anshar) kepada mereka: "Wahai kaum Yahudi! Takutlah kalian kepada Allah, Demi Allah, sesungguhnya kalian mengetahui bahwa beliau utusan Allah, karena kalian telah menerangkan kepada kami dahulu sebelum beliau diutus, sifat-sifat yang ada padanya". Berkatalah Rafi bin Huraimalah dan Wahab bin Yahudza: "Kami tidak pernah berkata demikian kepada kalian, dan Allah tidak menurunkan kitab sesudah Musa, dan tiada mengutus utusan selaku pemberi kabar gembira dan peringatan sesudah Musa". Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-Maidah ayat 19) sebagai teguran kepada orang-orang yang memungkiri ayat-ayat tersebut tentang kedatangan Rasul terakhir.

Al-Maidah ayat 18

06.39 Add Comment


"Orang-orang Yahudi dan Nashrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?". (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang berada diantara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu)". (Al-Maidah : 18)


Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa Nu'man bin Qudhai Bahr bin Umar dan Su'asy bin Adi (dari kaum Yahudi) mengadakan pembicaraan dengan Rasulullah. Dalam pembicaraan tersebut Nabi mengajak mereka untuk kembali kepada Allah dan mengingatkan mereka akan pembalasan-Nya. Mereka menjawab: "Hai Muhammad! Tidaklah hal tersebut menakutkan kami, karena demi Allah, kami adalah putra Allah dan kekasih-Nya". Omongan seperti itu biasa diucapkan Nashara. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-Maidah ayat 18) berkenaan dengan peristiwa tersebut yang mengingatkan mereka atas siksaan yang telah menimpa nenek moyang mereka.

Al-Maidah ayat 15

06.28 Add Comment


"Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan". (Al-Maidah : 15)


Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari 'Ikrimah: bahwa Nabi Saw didatangi orang-orang Yahudi yang bertanya tentang hukum rajam. Nabi Saw bertanya: "Siapa diantara kalian yang paling 'alim?". Mereka menunjuk Ibnu Shuria. Nabi Saw meminta kepadanya untuk menjawab dengan sebenarnya sambil bersumpah atas nama Allah yang telah menurunkan Taurat kepada Nabi Musa, dan yang mengangkat gunung Thur, serta menetapkan sepuuh janji yang telah diterima oleh mereka serta menggemparkan mereka. Berkatalah Ibnu Shuria: "Ketika telah banyak kaum kami yang mati dirajam karena zina, kami tetapkan hukum dera 100 kali dan kami cukur kepalanya". Maka ditetapkanlah kembali kepada kaum Yahudi hukum rajam. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 15) sebagai peringatan kepada orang yang telah melalaikan hukum Allah.

Al-Maidah ayat 11

08.30 Add Comment


“Hai orang-orang yang beriman! Ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak memanjangkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal”. (Al-Maidah : 11)


Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah dan Yazid bin Abi Ziad (Lafad hadits bersumber dari Yazid), diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Abdullah bin Abi Bakar, ‘Ashim bin Umar bin Qatadah, Mujahid, Abdullah bin Katsir dan Abi Malik: bahwa Nabi Saw keluar beserta Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah dan Abdurrahman bin Auf menuju Ka’ab bin Al-Asyraf dan Yahudi Bani Nadhir untuk meminjam uang sebagai pembayar diyat (denda) yang harus dibayarnya. Orang Yahudi berkata: “Silahkan duduk, kami akan sajikan makanan dan memberikan apa yang tuan perlukan”. Kemudian Rasulullah Saw duduk. Haj bin Akhtab berkata kepada kawannya (tanpa setahu Rasulullah): “Kalian tidak akan dapat melihat dia lebih dekat  daripada sekarang. Timpakan batu di kepalanya dan bunuhlah dia, kalian nanti tidak akan menghadapi kesulitan lagi”. Mereka mengangkat batu penggiling gandung yang sangat besar untuk ditimpakan kepada Rasulullah. Akan tetapi Allah menahan tangan mereka, sehingga datanglah Jibril memberitahu agar Rasulullah bangkit dari tempat duduknya. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al Maidah ayat 11) sebagai perintah untuk mensyukuri nikmat.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah: bahwa ayat ini (Al Maidah ayat 11) diturunkan kepada Rasulullah Saw disaat beliau berada di kebun kurma ketika diintai oleh Banu Tsa’labah dan Banu Muharib pada pertempuran ketujuh. Mereka bermaksud membunuh Nabi Saw yang sedang tidur, dengan mengutus seorang Arab untuk melaksanakannya. Ia mengambil pedang beliau kemudian menghunusnya dan menggertak Nabi sambil berkata: “Siapa yang menghalangi engkau dari pada pedang ini?” Nabi Saw bersabda: “Allah”. Maka jatuhlah pedang dari tangannya, dan Rasulullah tidak membalasnya. Ayat ini (Al-Maidah ayat 11) turun sebagai perintah untuk selalu bertawakal kepada Allah.

Diriwayatkan oleh Abu Na’im didalam kitab “Dalail Nubuwwah” dari Al-Hasan yang bersumber dari Jabir bin Abdillah: dikemukakan bahwa seorang laki-laki dari suku Muharib namanya Ghaurats bin Al-Harta berkata kepada kaumnya: “Akan kubunuh Muhammad untuk kemenangan kalian”. Kemudian ia datang kepada Rasulullah Saw disaat beliau duduk-duduk, sedang pedangnya terletak di haribaannya. Orang itu berkata: “Coba aku lihat pedangmu itu”. Sabda Nabi: “Boleh”. Pedang itu diambilnya, dihunus dan diayun-ayunkannya untuk diletakkannya sambil berkata: “Apakah kau tidak takut padaku?”. Nabi menjawab: “Tidak”. Ia berkata pula: “Apakah kau tidak takut, padahal pedang di tanganku?” Jawab Nabi: “Tidak, karena Allah akan menghalangi dan menyelamatkan dari padamu”. Kemudian pedang itu dimasukkan lagi ke sarungnya dan diserahkan kembali kepada Rasulullah Saw. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 11) sebagai ajaran untuk selalu ingat akan nikmat yang Allah telah berikan.

Al-Maidah ayat 6

06.10 4 Comments


“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih) sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”. (Al Maidah : 6)

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Amr bin Al-Harts dari Abdurrahman bin Al-Qasim dari bapaknya yang bersumber dari Aisyah: dikemukakan bahwa kalung Siti Aisyah telah jatuh dan hilang di suatu lapangan dekat kota Madinah. Rasulullah Saw memberhentikan untanya lalu turun untuk mencarinya, kemudian istirahat hingga tertidur di pangkuan Siti Aisyah. Tiada lama kemudian datanglah Abu Bakar menampar Siti Aisyah sekerasnya seraya berkata: “Kamulah yang menahan manusia karena sebuah kalung”. Kemudian Nabi Saw terbangun dan tibalah waktu subuh. Beliau mencari air tetapi tidak mendapatkannya, maka turunlah ayat ini (Al Maidah ayat 6). Maka berkatalah Usaid bin Mudhair: “Allah telah memberi berkah bagi manusia dengan sebab keluarga Abu Bakar”. Ayat ini mewajibkan berwudhu atau tayamum sebelum shalat.

Diriwayatkan oleh At-Thabrani dari ‘Ubbad bin Abdillah bin Zubair yang bersumber dari Aisyah: bahwa setelah terjadi kehilangan kalung Aisyah yang menimbulkan fitnah yang besar, ada suatu ketika dalam suatu pertempuran beserta Rasulullah Saw, kalung Aisyah jatuh lagi, sehingga orang-orang terhalang pulang karena perlu mencari kalung yang hilang itu. Berkatalah Abu Bakar kepada Aisyah: “Wahai anakku tiap-tiap perjalanan kau selalu menjadi bala’ dan menjengkelkan orang lain”. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-Maidah ayat 6) yang membolehkan tayamum, sehingga Abu Bakar berkata : “Sesungguhnya kau membawa berkah”.

Al-Maidah ayat 4

06.30 2 Comments


“Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah: “Diahalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu: kamu mengajrnya menurut apa yang telah diajarkan oleh Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah, sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (Al Maidah : 4)


Diriwayatkan oleh At-Thabrani, Al-Hakim, Baihaki dan lainnya yang bersumber dari Abi Rafi’ : bahwa Jibril datang kepada Nabi Saw dan minta izin untuk masuk. Nabi Saw mempersilahkannya, tetapi Jibril lambat sekali, sehingga beliau mengelu-elukannya. Jibril berdiri di pintu. Lalu Jibril berkata: “Saya telah meminta izin kepada Tuan”. Rasulullah membenarkannya. Lalu Jibril berkata: “Kami tak mau masuk rumah yang ada gambar dan anjing”. Dengan peristiwa itu Rasulullah mendapat laporan bahwa di sebagian rumah sahabat terdapat anjing. Setelah itu Rasulullah memerintahkan Abu Rafi’ untuk tidak membiarkan seekor anjing pun hidup di Madinah. Para sahabat datang kepada Rasulullah dan bertanya: “Apa yang halal bagi kami dari hewan-hewan yang engkau perintahkan membunuhnya”. Maka turunlah ayat ini (Al Maidah ayat 4) yang menerangkan bahwa yang halal itu adalah yang baik.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah: bahwa Rasulullah Saw mengutus Abu Rafi’ sampai ke kampung-kampung untuk membunuh setiap anjing. Maka datanglah Ashim bin Adi, Sa’ad bin Hatsamah dan Uwaimir bin Sa’adah menghadap Rasulullah dan bertanya: “Apa yang dihalalkan bagi kami?”. Maka turunlah ayat ini (Al Maidah ayat 4) sebagai jawabannya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Muhammad bin Ka’b Al-Quradhi: bahwa Rasulullah Saw memerintahkan membunuh anjing-anjing. Para sahabat bertanya: “Ya Rasulallah! Apa yang halal bagi kami dari hewan ini?”. Maka turunlah ayat ini (Al Maidah ayat 4) sebagai jawabannya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari As-Syu’bi yang bersumber dari Adi bin Hatim At-Thai: bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah tentang hukum berburu dengan anjing. Rasulullah tidak mengetahui bagaimana harus menjawabnya. Maka turunlah ayat ini (Al Maidah ayat 4) yang menetapkan hukum berburu dengan hewan yang telah diajar berburu.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Jubair: bahwa Adi bin Hatim dan Zaid bin Al-Muhalhal Ath-Thai bertanya kepada Rasulullah Saw: “Kami tukang berburu dengan anjing, dan anjing suku bangsa Dzarih pandai berburu sapi, keledai dan kijang, padahal Allah telah mengharamkan bangkai. Apa yang halal bagi kami dari pada hasil buruan itu?”. Maka turunlah ayat ini (Al Maidah ayat 4) yang menegaskan hukum hasil buruan.

Al-Maidah ayat 3

20.00 Add Comment


“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucukupkan nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (al maidah ayat 3)


Diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dalam Kitabush-Shahabah dari Abdullah bin Jabalah bin Hibban bin Hajar dari bapaknya yang bersumber dari datuknya (Hibban bin Hajar) : bahwa ketika Hibban sedang menggodog bangkai, Rasulullah Saw ada bersamanya. Maka turunlah ayat ini (al maidah ayat 3) yang mengharamkan bangkai. Seketika itu juga isi panci itu dibuang.

Al-Maidah ayat 2

22.44 1 Comment


"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah, dan janganlah melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang hadya, dan binatang-binatang qala-id, dan jangan (pula mengganggu orang-orang) yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya, dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya". (Al Maidah ayat 2)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari 'Ikrimah, diriwayatkan pula oleh As-Suddi: bahwa Al-Hathmu bin Hindun Al-Bakri datang ke Madinah membawa kafilah yang penuh dengan makanan, dan memperdagangkannya. Kemudian ia menghadap kepada Nabi Saw untuk masuk Islam dan baiat (sumpah setia). Setelah ia pulang, Nabi Saw bersabda kepada orang-orang yang ada pada waktu itu: "ia masuk ke sini dengan muka seorang jahat dan pulang dengan punggung pengkhianat".
Ketika orang itu sampai ke Yamamah, ia pun murtad dari agama Islam. Pada suatu waktu pada bulan Dzulqa'dah ia pun berangkat membawa kafilah yang penuh dengan makanan menuju Mekah. Ketika sahabat Nabi Saw mendengar berita kepergiannya ke Mekah, bersiaplah segolongan kaum Muhajirin dan Anshar untuk mencegah kafilahnya. Akan tetapi turunlah ayat ini (Al Maidah ayat 2) yang melarang bertikai pada bulan haram. Pasukan itupun tidak jadi mencegatnya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Zaid bin Aslam: bahwa dengan terhalangnya Rasulullah Saw dan para sahabat mengerjakan umrah di Masjidil haram di Mekah, (yang menimbulkan perjanjian Hudaibiyah antara kaum Muslimin dan Musyrikin) pada sahabat Nabi merasa kesal karenanya.
Pada suatu hari lewatlah orang-orang musyrikin dari ahli masyriq akan menjalankan Umrah. Berkataalah para sahabat Nabi Saw: "Mari kita cegat mereka sebagaimana mereka pernah mencegat sahabat-sahabat kita". Maka Allah menurunkan ayat ini (Al Maidah ayat 2) sebagai larangan untuk membalas dendam.

An-Nisa ayat 176

23.12 Add Comment


"Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): Jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan, Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu". (An Nisa : 76)

Diriwayatkan oleh An-Nasai dari Abiz Zubair yang bersumber dari Jabir: bahwa ketika Rasulullah Saw menengok Jabir yang sedang sakit, berkatalah Jabir: "Ya Rasulallah! Bolehkah saya berwasiat memberikan sepertiga hartaku untuk saudara-saudara (yang wanita)". Sabda Rasulullah: "Baik". Ia berkata lagi: "Kalau setengahnya?". Jawab Rasul: "Baik pula". Kemudian Rasulullah pulang. Dan tidak lama kemudian beliau datang lagi ke rumah Jabir sambil bersabda: "Aku kira kau tidak akan mati karena penyakitmu ini dan Allah telah menurunkan ayat kepadaku yang menjelaskan pembagian waris bagi saudara-saudara wanita yaitu sebesar dua pertiga (tsulutsain)".

Keterangan:
Menurut Al-Hafidh Ibnu Hajar, riwayat Jabir ini bukanlah peristiwa yang telah dikemukakan dalam peristiwa turunnya ayat 11, 12 surat an nisa.

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Umar: bahwa Umar pernah bertanya kepada Nabi Saw tentang pembagian waris kalalah. Maka Allah menurunkan ayat ini (an nisa ayat 176) sebagai pedoman pembagian waris.