Al-Anfal ayat 31 - 34

21.59 Add Comment

“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat yang seperti ini). Kalau kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini. (Al-Quran) ini tidak lain hanyalah dongengan-dongengan orang-orang purbakala”. (Q.S. Al-Anfal : 31)

“Dan (ingatlah) ketika (mereka orang-orang musyrik) berkata: “Ya Allah, jika betul (Al-Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih”. (Q.S. Al-Anfal : 32)

“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka, dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun”. (Q.S. Al-Anfal : 33)

“Apa yang ada pada mereka hingga Allah tidak mengazab mereka padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidil haram, padahal mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya?. Orang-orang yang menguasai(nya) hanyalah orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. (Q.S. Al-Anfal : 34)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sa’id bin Jubair: bahwa Rasulullah Saw menetapkan hukum bunuh bagi penjahat dalam peristiwa Badar bagi Uqbah bin Abi Mu’aith Tha’imah bin Adi dan Nadr bin Al-Harts. Akan tetapi Miqdad berkeberatan atas putusan hukum mati bagi Nadr bin Al-Harts dengan berkata: “Ini tawananku ya Rasulullah”. Bersabda Rasulullah Saw menegaskan bahwa itulah orangnya yang berkata bahwa dirinya dapat membuat ayat seperti ayat-ayat Quran. Orang inilah (An-Nadr) yag dimaksudkan dalam ayat tersebut di atas (surat Al-Anfal ayat 31)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sa’id bin Jubair: dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan “Waidza qalullahumma in kana hadza huwal haqq” hingga akhir ayat (surat Al-Anfal ayat 32) adalah ucapan An-Nadr bin Al-Harts.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Anas: bahwa Abu Jahl berkata: “Sekiranya Quran ini benar-benar dari-Mu, maka turunkanlah hujan batu dari langit atau timpakan kepada kami siksaan yang pedih”. Maka turunlah ayat ini (surat Al-Anfal ayat 33) yang menjamin bahwa Allah tidak akan menimpakan siksaan dari langit selagi Nabi Muhammad masih ada dan selagi mereka tobat.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa kaum musyrikin sedang thawaf di Baitullah dengan berdoa: “Gufraanaka, gufraanaka (kami minta ampun, kami minta ampun)”. Maka Allah menurunkan ayat ini (surat Al-Anfal ayat 33) yang menegaskan bahwa Allah tidak akan menyiksa mereka selama mereka tobat.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Abbazi: bahwa waktu Rasulullah berada di Mekah, Allah menurunkan: “Wa ma kanallahu mu’adzabahum wahum yastagfirun” (akhir ayat 33 surat Al-Anfal), karena di Mekah masih tertinggal kaum Muslimin yang selalu bertobat. Setelah semuanya hijrah dari Mekah ke Madinah, Allah menurunkan “Wa ma lahum alla yu’adzibahumullahu (awal ayat 34 surat Al-Anfal). Setelah itu Allah mengizinkan mereka membebaskan kota Mekah sebagai siksaan yang telah disebutkan dalam Al-Quran.

Al-Anfal ayat 30

10.19 Add Comment


“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memerjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya”.
(Q.S. Al-Anfal : 30)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas: dikemukakan bahwa ketika segolongan kaum Quraisy dan pembesar dari suku-suku lainnya akan memasuki Darun-Nadwah (balai pertemuan), dihalangi oleh Iblis yang menyaru sebagai seorang yang patut dipertuakan dan dihormati. Ketika melihatnya, mereka bertanya: “Siapakah tuan?”. Dia menjawab: “Saya seorang syeikh dari Najd ingin mendengar apa yang akan dimusyawarahkan oleh kalian (tentang Muhammad) dan ingin menyaksikan permusyawaratan itu. Mudah-mudahan aku dapat menyumbangkan pikiran dan  nasehat”. Mereka pun menyetujuinya dan msuklah bersama mereka. Ia pun berkata: “Bagaimana pandangan kalian tentang Muhammad?”. Salah seorang dari mereka berkata: “Masukkan saja di penjara dan ikatlah kaki tangannya sampai mati, sebagaimana matinya seorang penyair Zuhair dan Nabighah, karena perbuatannya pun seperti salah seorang diantara mereka”. Berkata Aduwwullah Syeikh An-Najd: “Demi Allah pendapat seperti itu tidak baik, karena nanti akan ada orang yang simpati kepadanya dan menyampaikan berita tempat tahanannya kepada sahabat-sahabatnya dan segera menyerbu mengambilnya dari tangan kalian dan menjaganya, dengan demikian kalian tidak akan aman dari gangguan mereka yang akan mengusir kalian dari negeri ini. Cobalah keluarkan pendapat yang lain”. Salah seorang lainnya berkata: “Usir saja dia dari tanah kita, agar supaya kita dapat bebas dan leluasa dari gangguan dan ucapannya”. Berkatalah Syaikh An-Najd: “Demi Allah pendapat ini pun tidak baik, apakah tuan-tuan tidak mengenal omongannya yang begitu menarik dan lisannya yang begitu lincah, perkataannya manis. Demi Allah jika kalian berbuat demikian, orang Arab dari segala suku  akan mengikutinya dan menurut kepadanya, dan akhirnya mereka akan bersatu padu mengusir kalian dari tanah tumpah darah kalian dan akan membunuh kalian”. Mereka berkata: “Benar, demi Allah, cobalah kemukakan pendapat lainnya”. Abu Jahl berkata: “Demi Allah, aku akan memberikan pendapat yang tidak ada taranya”. Mereka berkata: “Bagaimanakah pendapatmu itu?”. Abu Jahl berkata: “Kamu ambil dari tiap kabilah seorang pemuda yang kuat gagah berani masing-masing dibekali pedang yang tajam dan ditugaskan mencincang Muhammad bersama-sama, sehingga pertanggungan jawabnya terbagi ke segala kabilah. Aku yakin bahwa Bani Hasyim tak akan mampu melawan suku”.

Pendapat ini diterima dan diputuskan secara aklamasi karena masuk akal mereka. Maka berkatalah Syeikh An-Najd: “Demi Allah, itu buah pikiran sangat baik. Aku tidak mendapat yang lainnya”. Mereka bubar dari pertemuan itu untuk melaksanakan keputusannya.

Maka datanglah Jibril kepada Nabi Saw memerintahkan untuk tidak tidur di tempat tidurnya yang biasa, dan menyampaikan keputusan pertemuan mereka. Maka Rasulullah pada malam itu tidak bermalam di rumahnya, dan Allah memberi izin untuk meninggalkan kota Mekah. Turunnya ayat ini (surat Al Anfal ayat 30) setelah Rasulullah sampai ke Madinah yang menerangkan nikmat yang diberikan Allah kepadanya (untuk disyukuri).

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ubaid bin Umair yang bersumber dari Muthalib bin Abi Wada’ah: bahwa Abu Thalib bertanya kepada Nabi Saw: “Tahukah kau apa yang dimusyawarahkan oleh kaummu (Quraisy)”. Jawab Nabi: “Mereka akan memenjarakanku atau membunuhku atau mengusirku”. Berkata Abu Thalib: “Siapa yang memberitahukan hal itu kepadamu?”. Nabi menjawab: “Tuhanku”. Abu Thalib berkata: “Tuhanmu adalah sebaik-baik Tuhan. Aku berwasiat agar engkau berbuat baik kepada-Nya”. Nabi bersabda: “Saya menerima perintah-Nya dengan sebaik-baiknya dan Tuhan telah berbuat baik kepadaku”. Maka turunlah ayat ini (surat Al Anfal ayat 30) berkenaan dengan peristiwa tersebut.

Keterangan:

Ibnu Katsir berkata: hadits ini gharib bahkan munkar karena menyebut Abu Thalib pada riwayat hijrah, padahal Abu Thalib sudah meninggal sebelumnya.

Al-Anfal ayat 27

10.19 Add Comment


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.
(Q.S. Al-Anfal : 27)


Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dan lainnya yang bersumber dari Abdullah bin Abi Qatadah: bahwa turunnya ayat ini (surat Al-Anfal ayat 27) berkenaan dengan Abu Lubabah bin Abdil Mundzir (seorang Muslim) yang ditanya oleh Bani Quraidhah (yang memusuhi kaum Muslimin) waktu pertempuran Quraidhah tentang pandangan kaum Muslimin terhadap mereka. Abu Lubabah memberi isyarat dengan tangan pada lehernya (maksudnya akan dibunuh).

Setelah turunnya ayat ini (surat Al-Anfal ayat 27) Abu Lubabah menyesali perbuatannya karena membocorkan rahasia kaum Muslimin. Ia berkata: “Teriris hatiku sehingga hatiku tidak dapat kugerakkan, karena aku merasa telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lainnya yang bersumber dari Jabir bin Abdillah (Hadits ini sangat gharib di dalam sanadnya, dan susunan bahasanya perlu diteliti kembali): dikemukakan bahwa Abu Sufyan meninggalkan Mekah (memata-matai kegiatan kaum Muslimin). Hal ini disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Saw bahwa Abu Sufyan berada di suatu tempat. Bersabdalah Rasulullah Saw kepada para sahabat: “Abu Sufyan sekarang berada di suatu tempat, tangkaplah dan tahanlah ia”. Seorang dari kaum munafikin yang mendengar perintah Rasul itu memberitahukannya dengan surat kepada Abu Sufyan agar dia berhati-hati karena Nabi Muhammad telah mengetahui maksudnya. Maka turunlah ayat ini (surat Al-Anfal ayat 27) sebagai peringatan untuk tidak berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari As-Suddi: bahwa kaum Muslimin mendengarkan perintah Nabi Saw (yang dirahasiakan) tapi disebarkan diantara kawan-kawannya sehingga sampai kepada kaum Musyrikin. Maka turunlah ayat ini (surat Al-Anfal ayat 27) yang menegaskan bahwa penyebaran perintah seperti itu adalah khianat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Al-Anfal ayat 19

08.27 Add Comment


“Jika kamu (orang-orang musyrikin) mencari keputusan, maka telah datang keputusan kepadamu, dan jika kamu berhenti, maka itulah yang lebih baik bagimu, dan jika kamu kembali, niscaya Kami kembali (pula), dan angkatan tempurmu sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sesuatu bahaya pun, biarpun dia banyak. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman”.
(Al-Anfal : 19)


Diriwayatkan oleh Alhakim yang bersumber dari Abdullah bin Tsa’labah bin Shair: bahwa Abu Jahl pernah meminta kemenangan kepada Allah ketika pasukannya bertemu dengan pasukan kaum Muslimin. Ia berdoa: “Ya Allah siapa sebenarnya yang memutuskan silaturrahmi, dan datang membawa ajaran yang tidak dikenal, buktikanlah kemusnahannya besok”. Itulah permintaan kemenangan yang disebut Allah di dalam ayat ini (surat Al Anfal ayat 19).

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ‘Athiyah: bahwa Abu Jahl berdoa: “Ya Allah tolonglah yang paling mulia di antara dua golongan ini, yang paling terhormat di antara dua pasukan ini”. Maka turunlah ayat in (surat Al Anfal ayat 19) sebagai penegasan bahwa kemenangan di pihak kaum Muslimin yang termulia dan terhormat.

Al-Anfal ayat 17

08.22 Add Comment

“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka. Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar. (Allah berbuat deikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan yang datang daripada-Nya kepada orang-orang Mukmin, dengan pemberian yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
. (Al-Anfal : 17)


Diriwayatkan oleh Alhakim dari Sa’id bin Al-Musayyab yang bersumber dari bapaknya (Isnadnya shahih hanya gharib) : dikemukakan bahwa pada waktu peristiwa Uhud, Ubay bin Khalaf bermaksud menyerbu Nabi Saw dan dibiarkan oleh kawan-kawannya yang ada pada waktu itu menyongsong pasukan Rasulullah, akan tetapi dihadang oleh Muslib bin Umair. Rasulullah Saw melihat bagian dada Ubay yang terbuka antara baju dengan topinya lalu ditikam oleh Rasulullah Saw dengan tombaknya, sehingga jatuh rebahlah dari kudanya, tiada mengeluarkan darah akan tetapi putus salah satu tulang rusuknya. Teman-temannya datang mengerumuninya disaat ia meraung-raung kesakitan. Mereka berkata: “Alangkah pengecutnya engkau ini, bukankah itu hanya goresan sedikit saja”. Ubay mengatakan bahwa Rasulullah yang menikamnya dan mengingatkan akan sabda Rasulullah Saw yang bersumpah: “Seandainya yang terkena kepada Ubay itu terkena pula pada sekampung Dzilmajaz (nama sebuah daerah), pasti mereka akan mati semuanya”.
Ubay bin Khalaf mati sebelum sampai ke Mekah. turunnya ayat ini (surat Al-Anfal ayat 17) berkenaan dengan peristiwa tersebut diatas sebagai penegasan bahwa sebenarnya Allah yang membunuhnya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Abdurrahman bin Jubair (Hadits ini mursal, sanadnya jayyid/baik akan tetapi Gharib): dikemukakan bahwa pada pererangan Khaibar Rasulullah Saw meminta panah, dan memanahkannya ke benteng. Anak panah tersebut mengenai Ibnu Abil Hakiq dan terbunuh di tempat tidurnya. Allah menurunkan ayat ini (surat Al-Anfal ayat 17) berkenaan dengan peristiwa tersebut diatas bahwa yang melempar panah itu adalah Allah SWT.

Adapun hadits yang masyhur berkenaan dengan turunnya ayat ini (surat Al-Anfal ayat 17) adalah peristiwa di Badar di waktu Rasulullah melemparkan segenggam batu-batu kecil yang menyebabkan banyaknya yang mati di kalangan musuh.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Hakim bin Hizam; Diriwayatkan pula oleh Abus-Syeikh yang bersumber dari Jabir dari Ibnu Abbas; Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari sumber lain tetapi mursal: bahwa di waktu peristiwa Badar para sahabat mendengar suara gemuruh dari langit ke bumi seperti suara batu-batu kecil jatuh ke dalam bejana. Rasulullah Saw melempari lawannya dengan batu-batu kecil tadi hingga kaum Muslimin menang. Ayat ini (surat Al-Anfal ayat 17) turun berkenaan dengan peristiwa diatas yang menegaskan bahwa sesungguhnya yang melemparkan batu-batu itu adalah Allah di saat Nabi melemparkannya.

Al-Anfal ayat 9

17.41 Add Comment


“(ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu (seraya berfirman): “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”.
(Al-Anfal : 9)


Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi yang bersumber dari Umar bin Khattab: dikemukakan bahwa Nabi Saw melihat kaum musyrikin yang berjumlah seribu orang, sedang sahabat-sahabatnya hanya berjumlah tiga ratus dan beberapa belas orang saja. Beliau pun menghadap kiblat dan mengangkat tangannya memohon kepada Allah dengan rasa sedihnya: “Wahai Tuhan kami kabulkanlah apa yang telah dijanjikan kepadaku. Wahai Tuhan kami, sekiranya Engkau membinasakan Kaum Muslimin, tiada akan ada yang menyembah-Mu lagi di bumi ini”. Tiada henti-hentinya beliau memohon dengan rasa sedihnya dengan mengangkat tangannya sambil menghadap kiblat sehingga jatuh selendangnya. Datanglah Abu Bakar mengambil selendang tadi serta diletakkan kembali di pundaknya dan dirangkulnya dari belakang sambil berkata: “Wahai Nabiyullah cukuplah jeritan hatimu itu, sesungguhnya Tuhanmu akan meluluskan permintaaanmu, dan menepati janji-Nya”. Ayat ini (surat Al-Anfal ayat 9) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut di atas, sebagai janji Allah untuk mengabulkan doa orang yang meminta dengan sungguh-sungguh. Dalam peristiwa di atas Allah menurunkan malaikat yang berbondong-bondong.

Al-Anfal ayat 5

17.40 Add Comment


“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran (pula), padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya”
. (Al-Anfal : 5)


Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Abi Ayyub Al-Anshari; Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Abbas: dikemukakan bahwa pada waktu Rasulullah mendengar bahwa disaat kafilah yang dipimpin Abu Sufyan telah mendekati ke Madinah dalam perjalanan pulang menuju Mekah, beliau bersabda: “Bagaimana pendapat kalian tentang kafilah itu, mudah-mudahan Allah menjadikan kafilah ini ghanimah bagi kita dan menyelamatkan kita”. Maka berangkatlah mereka menyongsong kafilah tersebut ke luar kota Madinah. Setelah sehari atau 2 hari dalam perjalanan beliau bertanya lagi: “Bagaimana pendapat kalian tentang mereka?”. Sebagian kaum muslimin menjawab: “Kita tidak akan kuat melawan mereka, karena kita bukan hanya menyongsong kafilah Abu Sufyan saja”. Berkatalah Miqdad: “Jangan kalian berkata seperti Kaum Musa” (artinya berangkatlah kamu dengan Tuhanmu dan berjihadlah, kami disini akan duduk menunggu). Ayat ini (surat Al-Anfal ayat 5) turun berkenaan dengan peristiwa di atas sebeagai sindiran kepada sebagian kaum Mukminin yang tidak suka mengikuti jejak Rasulullah.

Al-Anfal ayat 1

08.22 Add Comment

"Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan (ghanimah). Katakanlah: "Harta rampasan (ghanimah) itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan diantara sesamamu. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar orang yang beriman".
(Al-A'raf : 1)


Diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu Hibban dan Alhakim yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa Nabi Saw bersabda: "Barangsiapa yang membunuh (musuh), ia akan mendapat sejumlah bagian tertentu dan barangsiapa yang menawan musuh, ia pun akan mendapat bagian pula". Pada waktu itu orang-orang tua tinggal menjaga bendera, sedang para pemuda maju ke medan jihad menyerbu musuh dan mengangkut ghanimah. Berkatalah orang orang tua kepada para pemuda: "Jadikanlah kami sekitu kalian, karena kami pun turut bertahan dan menjaga tempat kembali kalian". Hal ini mereka adukan kepada Nabi Saw. Maka turunlah ayat ini (surat Al-Anfal ayat 1) yang menegaskan bahwa ghanimah itu merupakan ketetapan Allah dan jangan menjadi bahan pertengkaran.

Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari Sa'ad bin Abi Waqqash: dikemukakan bahwa dalam peristiwa Badar Umar terbunuh dan Sa'ad bin Abi Waqqash (saudaranya) dapat membunuh kembali pembunuhnya yaitu Sa'id bin Al-Ash, bahkan dapat mengambil pedangnya serta dibawanya pedang itu kepada Nabi Saw. Nabi Saw bersabda: "Simpanlah pedang itu di tempat barang rampasan yang belum dibagikan". Sa'ad pun pulang dengan rasa sedih karena terbunuh saudaranya dan diambil rampasannya. Tiada lama kemudian turun ayat ini (surat Al-Anfal ayat 1) yang menegaskan tentang kedudukan ghanimah sehingga Nabi pun bersabda kepada Sa'ad bin Abi Waqqash: "Ambillah pedangmu itu".

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dan An-Nasa'i yang bersumber dari Sa'ad: bahwa dalam peristiwa Badar, Sa'ad menghadap Rasulullah Saw dan membawa sebilah pedang. Ia berkata: "Ya Rasulallah! Sesungguhnya Allah telah menyembuhkan sakit hatiku dari kaum musyrikin (membunuh pembunuh saudaraku dan merampas pedangnya), karenanya berikanlah pedang ini  kepadaku". Rasulullah menjawab: "Pedang ini bukan kepunyaanku, juga bukan kepunyaanmu". Sa'ad berkata: "Mudah-mudahan pedang ini diberikan kepada orang yang tidak mendapat cobaan sebagaimana cobaan yang kuderita". Beberapa lama kemudian datang Rasulullah kepada Sa'ad dan bersabda: "Engkau telah meminta pedang itu dariku di saat belum menjadi milikku, dan sekarang telah menjadi milikku dan ambillah pedang itu". Dan turunlah ayat ini (surat Al-Anfal ayat 1) berkenaan dengan peristiwa tersebut sebagai larangan mengambil ghanimah sebelum ada ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid: bahwa orang-orang menuntut yang seperlima lagi dari ghanimah setelah mereka terima yang empat perlimanya. Maka turunlah ayat ini (surat Al-Anfal ayat 1) yang menegaskan bahwa bagian itu diperuntukkan bagi Allah dan Rasul-Nya.

Al-A'raf ayat 204

05.31 2 Comments
"Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat". (Al-A'raf : 204)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan lainnya yang bersumber dari Abi Hurairah: dikemukakan bahwa ayat ini (surat Al-A'raf ayat 204) turun berkenaan dengan orang-orang yang membaca Al-Quran dengan nyaring di waktu shalat makmum pada nabi. Ayat ini memerintahkan untuk selalu mendengarkan dan memperhatikan bacaan imam.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abi Hurairah; Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abdullah bin Mughaffal; Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Mas'ud: bahwa ayat ini (surat Al-A'raf ayat 204) turun berkenaan dengan orang-orang yang bercakap-cakap di waktu shalat. Ayat ini melarang berbicara di waktu dibacakan Al-Quran.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Az-Zuhri: bahwa ayat ini (surat Al-A'raf ayat 204) turun berkenaan dengan seorang pemuda Anshar yang mengikuti bacaan ayat-ayat Al-Quran yang dibacakan Rasulullah sebelum beliau selesai membacanya. Ayat ini melarang menggangu orang yang sedang membaca Al-Quran.

Diriwayatkan oleh Sa'id bin Mansur dalam sunannya dari Abu Ma'mar yang bersumber dari Muhammad bin Ka'ab: dikemukakan bahwa para sahabat ketika mendengar ayat Al-Quran dari Rasulullah Saw mereka pun mengulanginya sebelum beliau selesai membacakannya. Maka turunlah ayat ini (surat Al-A'raf ayat 204) yang memerintahkan untuk mendengarkan dan memperhatikan bacaan Al-Quran.


Menurut As-Suyuthi, melihat riwayat-riwayat di atas ayat ini adalah Madaniyyah.

Al-A'raf ayat 187

04.58 Add Comment


"Mereka menanyakan kepadamu tentang hari kiamat; "Bilakah terjadinya?". Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan kedatangannya sampai hari kiamat selain dari Dia, hari kiamat itu adalah amat berat (huru haranya bai makhluk) yang di langit dan di bumi, hari kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya". (Al-A'raf : 187).

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Abbas, diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah dan dijelaskan bahwa yang bertanya itu adalah kaum Quraisy: Dikemukakan bahwa Ibnu Abi Qusyair dan Samuel bin Zaid menghadap kepada Rasulullah Saw dan bertanya: "Coba terangkan kepada kami, kapan waktunya kiamat. Sekiranya engkau benar nabi menurut pengakuanmu, karena kami tahu kapan akan terjadinya". Maka Allah menurunkan ayat ini (surat Al-A'raf ayat 187) yang menegaskan bahwa tak ada seorang pun mengetahui waktunya, kecuali Allah dan akan tiba sekonyong-konyong.