Al-Baqarah ayat 187

12.07
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu pakaian bagimu, dan kamu pun pakaian bagi mereka, Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi keringanan kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah shaum itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu ber’i’tikaf dalam mesjid-mesjid. Itulah larangan-larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.”
Mengenai turunnya ayat ini, terdapat beberapa peristiwa sebagai berikut :
  • Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Al-Hakim dari ‘Abdurrahman bin Abi Laila, yang bersumber dari Mu’adz bin Jabal. (Hadits ini masyhur dari Ibnu Abi Laila. Walaupun ia tidak mendengar langsung dari Mu’adz bin Jabal, tapi mempunyai sumber lain yang memperkuatnya) : Bahwa para sahabat Nabi Saw menganggap bahwa makan, minum dan menggauli istrinya pada malam hari bulan ramadhan, hanya boleh dilakukan sementara mereka belum tidur. Diantara mereka Qais bin Shirmah dan Umar bin Khattab. Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar) merasa kepayahan setelah bekerja pada siang harinya. Karenanya setelah shalat Isya, ia tertidur, sehingga tidak makan dan minum hingga pagi. Adapun Umar bin Khattab menggauli istrinya setelah tertidur pada malam hari bulan Ramadhan. Keesokan harinya ia menghadap kepada Nabi Saw untuk menerangkan hal itu. Maka turunlah ayat “Uhilla lakum lailata shshiami rafatsu….” sampai “atimmu shshiyama ilal-lail” (Al-Baqarah ayat 187).
  • Diriwayatkan oleh Bukhari dari Al-Barra: Bahwa seorang sahabat Nabi Saw tidak makan dan minum pada malam bulan ramadhan, karena tertidur setelah tibanya waktu berbuka puasa. Pada malam itu ia tidak makan sama sekali, dan keesokan harinya ia bershaum lagi. Seorang sahabat lainnya bernama Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar), ketika tibanya waktu berbuka shaum, meminta makanan kepada istrinya yang kebetulan belum tersedia. Ketika istrinya menyediakan makanan, karena lelahnya bekerja pada siang harinya, Qais bin Shirmah tertidur. Setelah makanan tersedia, istrinya mendapatkan suaminya tertidur. berkatalah ia: “wahai celaka kau.” Pada tengah hari keesokan harinya, Qais Shirmah pingsan. Kejadian ini disampaikan kepada Nabi Saw. Maka turunlah ayat tersebut diatas, sehingga gembiralah kaum Muslimin.
  • Para sahabat Nabi Saw apabila tiba bulan ramadhan tidak mendekati istrinya sebulan penuh. Akan tetapi terdapat diantaranya yang tidak dapat menahan nafsunya. Maka turunlah ayat “Alimal lahu annakum kuntum takhtanuna anfusakum fataba ‘alaikum wa’afa ‘ankum” (Al-BAqarah ayat 187) sampai akhir ayat.
  • Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim dari Abdullah bin Ka’b bin Malik yang bersumber dari bapaknya: Bahwa pada waktu itu ada anggapan bahwa pada bulan ramadhan yang shaum haram makan, minum dan menggauli istrinya setelah tertidur malam hari sampai ia berbuka shaum keesokan harinya. Pada suatu ketika Umar bin Khattab pulang dari rumah Nabi Saw setelah larut malam. Ia menginginkan menggauli istrinya, tapi istrinya berkata: “saya sudah tidur”. Umar berkata: “Kau tidak tidur”, dan ia pun menggaulinya. Demikian juga Ka’b berbuat seperti itu. Keesokan harinya Umar menceritakan hal dirinya kepada Nabi Saw. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah ayat 187) dari awal sampai akhir ayat.
  • Dirirwayatkan oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Sahl bin Sa’id: Bahwa kata “Minal Fajri” dalam surat Al-Baqarah ayat 187 diturunkan berkenaan dengan orang-orang pada malam hari, mengikat kakinya dengan tali putih dan tali hitam, apabila hendak shaum. Mereka makan dan minum sampai jelas terlihat perbedaan antara kedua tali itu. Maka turunlah “Minal Fajri”. Kemudian mereka mengerti bahwa Khaithul Abyadlu minal Khaithil Aswadi itu tiada lain adalah siang dan malam.
  • Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah: Bahwa kata “wala tubasyiruhunna wa antum ‘akifuna fil masajidi” dalam ayat tersebut turun berkenaan dengan seorang sahabat yang keluar dari masjid untuk menggauli istrinya disaat ia sedang i’tikaf.

Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © 2015 Simple SEO ✔