Al-An'am ayat 118-121

10.18 2 Comments


“Karena itu makanlah sesuatu (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya”. (Al-An’am : 118)
“Mengapa kamu tidak mau memakan binatang-binatang yang halal yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya? Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan orang lain dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas”. (Al-An’am : 119)
“Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan perbuatan mereka”. (Al-An’am : 120)
“Dan janganlah kamu memakan sesuatu yang halal yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya setan itu membisikan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu. Jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”. (Al-An’am : 121)

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi yan bersumber dari Ibnu Abbas : bahwa orang-orang datang menghadap kepada Rasulullah dan berkata: “Ya Rasulullah! Mengapa kita boleh makan yang kita sembelih dan dilarang makan yang dimatikan oleh Allah?” Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-An’am ayat 118 – 121) yang menegaskan bahwa yang halal dimakan ialah sembelihan yang disaat menyembelihnya dibaca “Bismillah”.

Diriwayatkan oleh Abu Daud, Al-Hakim dan lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas : dikemukakan bahwa firman Allah “Wa innasy syayathina layuhuna ila auliya-ihim liyujadilukum”, turun berkenaan dengan kaum musyrikin yang bertanya: “Mengapa kalian tidak makan apa yang dimatikan oleh Allah dan kalian makan apa yang kalian sembelih”. Ayat ini (Al-An’am ayat 121) memberi peringatan kepada kaum Mukminin untuk tidak mengikuti ajakan setan.

Diriwayatkan oleh At-Thabrani dan lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas : bahwa ketika turun ayat “Wala ta’kulu mimma lam yudzkarismullah alaihi” (Al-An’am ayat 121) seorang pengendara kuda diutus menghasut kaum Quraisy agar menentang Muhammad tentang sembelihan hewan, mengapa yang disembelih dengan pisau oleh manusia itu halal, sedang yang dimatikan oleh Allah itu haram. Maka turunlah kelanjutan ayat tersebut.
Dalam hadis ini dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan “Asy-Syayatin” dalam ayat itu ialah pengendara kuda, sedang  Auliyauhum” (pemimpin-pemimpinnya) itu ialah kaum Quraisy.



Al-An'am ayat 109-111

05.46 Add Comment


“Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mukjizat, pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: “Sesungguhnya mukjizat itu hanya berada di sisi Allah”. Kamu tidak tahu bahwa mereka tidak akan beriman apabila datang mukjizat itu”. (Al-An’am : 109)
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka sebagaimana mereka tidak beriman kepadanya (Al-Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat”. (Al-An’am : 110)
“Kalau sekiranya Kami turunkan Malaikat-Malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. (Al-An’am : 111)


Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Ka’ab Ad-Qurazhi : bahwa orang-orang Quraisy berkata kepada Rasulullah SAW: “Hai Muhammad! Engkau telah menceritakan kepada kami mukjizat para Rasul bahwa Musa mempunyai tongkat dan dengan tongkat itu ia memukul batu (sehingga keluarlah air); dan Isa dapat menghidupkan yang mati; dan Saleh diberi unta untuk menguji kaum Tsamud, maka datangkanlah kepada kami mukjizatmu agar kami percaya kepadamu”. Bersabdalah Rasulullah SAW: “Apa yang kalian inginkan?”. Mereka menjawab: “Cobalah gunung Shafa itu dijadikan emas”. Nabi SAW bersabda: “Jika aku telah laksanakan permintaanmu, apakah kalian akan percaya kepadaku?”. Mereka menjawab: “Demi Allah, kami akan taat”. Maka berdirilah Rasulullah berdoa kepada Allah, sehingga datanglah Jibril berkata: “Jika engkau menghendakinya pasti akan menjadi emas, tapi jika mereka tidak percaya pasti Allah akan menyiksa mereka, karenanya lebih baik kau biarkan mereka, sehingga bertobat orang-orang yang ingin bertobat”. Kemudian Allah menurunkan ayat ini (Al-An’am ayat 109 – 111) sebagai penegasan dari Allah bahwa mukjizat apapun yang didatangkan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.

Al-An’am ayat 108

05.40 Add Comment
“Dan janganlah kamu memaki-maki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada tuhan merekalah kembali, lalu Dia memberikan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”
(Al-An’am ayat 108)


Diriwayatkan oleh Abdurrazaq, dari Ma’mar yang bersumber dari Qatadah : bahwa kaum Muslimin pada waktu itu suka mencaci maki berhala kaum kafir, sehingga kaum kafir itu mencaci maki Allah. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-An’am ayat 108) sebagai larangan mencaci maki apa-apa yang disembah oleh kaum kafir

Al-An’am ayat 94

05.36 Add Comment



Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepadamu, dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafaat yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu Allah)”. (Al-An’am : 94)


Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lainnya yang bersumber dari ‘Ikrimah : bahwa Nadlr bin Al-Harts berkata: “Latta dan ‘Uzza yang akan memberi syafaat kepadaku”. Maka turunlah ayat ini (Al-An’am ayat 94) sampai kata "Syuraka", sebagai keterangan bahwa di hari akhir manusia akan mendapatkan Tuhan tanpa mendapat bantuan dari siapa pun termasuk apa-apa yang mereka banggakan sebagai tuhan.

Al-An'am ayat 93

10.29 Add Comment


“Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah dan orang yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah”. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat diwaktu orang-orang yang dhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata): Keluarkanlah nyawamu, di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya”. (Al-An’am : 93)


Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah : bahwa ayat “waman adhlamu min maniftara ‘alallahi kadziban, au qala uhiya ilayya walam yuha ilaihi syaiun”. (Al-An’am ayat 93) turun berkenaan dengan Musailamah Al-Kadzab.
Dan ayat “waman qala saunzila mitsla ma anzalallah” (kelanjutan dari ayat tadi), turun berkenaan dengan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh yang pernah menulis kata yang berbeda dari apa yang didiktekan Nabi kepadanya. Nabi mendiktekan ‘azizun hakim’, ia menulis ‘ghafurur rahim’, yang kemudian diulang kembali oleh Nabi tapi ia membantah dengan mengatakan sama saja. Kemudian ia pun murtad dari agama Islam dan mengikuti kafir-kafir Quraisy. Ayat ini memberikan peringatan kepada orang-orang yang memalsukan wahyu Allah.

Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari As-Suddi : dalam riwayat ini dikemukakan seperti hadis di atas, dengan tambahan bahwa Musailamah berkata: “Jika Muhammad diberi wahyu, maka saya pun telah diberi wahyu, dan jika Allah menurunkan kepadanya, maka kepadaku pun menurunkan pula”, dan Abdullah bin Sa’id bin Abi Sarh pun berkata: “Jika Muhammad berkata “Sami’an ‘Aliman” maka saya pun bisa berkata: “Aliman Hakima”.

Al-An'am ayat 91

10.21 Add Comment


“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya dikala mereka berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia”. Katakanlah: “Siapakah yang menurunkan Kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, yang kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui (nya)?”. Katakanlah: “Allahlah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya”. (Al-An’am : 91)


Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’ad bin Jubair (Hadis ini mursal). Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah. Dan demikian juga hadis ini telah dikemukakan dalam menerangkan sebab turunnya surat An-Nisa ayat 163 : bahwasanya seorang pendeta gemuk dari kaum Yahudi bernama Malik bin Ash-Shaif mengajak bertengkar kepada Nabi SAW dan bersabdalah Nabi SAW kepadanya: “Terangkanlah kepada kami dengan sungguh-sungguh demi Allah yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa, apakah kamu dapatkan di dalam Taurat bahwa Allah benci kepada pendeta yang gemuk?”. Maka marahlah ia dan berkata: “Tidak, Allah menurunkan apa-apa kepada manusia”. Berkatalah teman-temannya: “Celaka kamu! Apakah juga tidak menurunkan apa-apa kepada Musa?”. Maka turunlah ayat ini (Al-An’am ayat 91) sebagai teguran kepada orang-orang yang menyembunyikan sebahagian dari apa yang diturunkan Allah kepada para Nabi dan Rasul.

Al-An'am ayat 82

00.36 Add Comment


“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat pimpinan”. (Al-An’am : 82)


Diriwayatkan oleh Ibnu abi Hatim dari ‘Ubaidillah bin Zuhr yang bersumber dari Bakr bin Sawadah : bahwa seorang musyrik menyerang seorang muslim dan membunuhnya, kemudian menyerang muslim lainnya dan membunuhnya pula, lalu menyerang yang lainnya lagi serta membunuhnya pula, kemudian ia bertanya kepada Nabi SAW ‘Apakah diterima Islamnya setelah pembunuhannya tadi?’ Rasulullah SAW menjawab: “Ya”. Kemudian ia memukul kudanya dan menyerbu pihak musuh Islam serta membunuh beberapa orang, kemudian ia sendiri terbunuh.
Menurut Bakr bin Sawadah para sahabat menganggap ayat ini (Al-An’am ayat 82) turun berkenaan dengan peristiwa orang itu yang menegaskan bahwa iman seseorang yang tidak dicampuri syirik dijamin keamanannya oleh Allah SWT.

Al-An'am ayat 65-67

10.00 Add Comment


“Katakanlah: “Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar kamu memahami(nya)” (Al-An’am : 65)
“Dan kaummu mendustakannya (azab), padahal azab itu benar adanya. Katakanlah: “Aku ini bukanlah orang yang diserahi mengurus urusanmu”. (Al-An’am : 66)
“Untuk tiap-tiap berita (yang dibawa Rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui”. (Al-An’am : 67)


Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Zaid bin Aslam : bahwa ketika turun ayat “Qul Huwal qadiru ‘ala an yab’atsa alaikum ‘azaban min fauqiqum” sampai dengan akhir ayat (Al-An’am ayat 65) Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian kembali kafir sesudah aku tiada, dengan menimbulkan pertumpahan darah diantara kalian”. Mereka menjawab: “Bagaimana mungkin terjadi padahal kami bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah dan sesungguhnya Engkau utusan-Nya”. Berkatalah yang lainnya: “Tidak mungkin terjadi hal ini selama-lamanya, karena kami tetap muslimin”. Maka turunlah ayat selanjutnya (Al-An’am ayat 65, 66 dan 67) yang memperingatkan bahwa bentrokan itu akan terjadi apabila ada segolongan orang yang mengaku mukmin tapi tidak melaksanakan hak dan kewajiban.

Al-An'am ayat 51-55

22.39 Add Comment


“Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak ada seorang pelindung dan pemberi syafaat pun selain dari Allah, agar mereka bertaqwa”. (Al-An’am : 51)
“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka dan mereka pun tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, maka kamu (tidak berhak) mengusir mereka. (Jika kamu mengusir mereka), niscaya kamu termasuk orang-orang yang zalim”. (Al-An’am : 52)
“Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang yang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang kaya itu) berkata: “Orang-orang semacam inikah diantara kita yang diberi anugerah oleh Allah kepada mereka?”. (Allah berfirman): “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?”. (Al-An’am : 53)
“Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: “Salaamun ‘alaikum”. Tuhanmu telah menetapkan atas dirinya kasih sayang, bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kebodohan, kemudian ia bertobat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al-An’am : 54)
“Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat (Al-Quran), supaya jelas jalan orang-orang yang saleh dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa”. (Al-An’am : 55)


Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim yang bersumber dari Sa’ad bin Abi Waqqash : bahwa turunnya ayat ini (Al-An’am ayat 52, 53) berkenaan dengan enam oran, diantaranya Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas’ud. Kaum kafir Quraisy berkata kepada Nabi SAW: “Usir mereka (keenam orang hina itu), karena kami malu menjadi pengikutmu setingkat dengan mereka”. Perkataan itu tidak menyenangkan Nabi. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-An’am ayat 52, 53) sebagai larangan kepada kaum Mukminin untuk mengadakan penilaian martabat sesama manusia.


Diriwayatkan oleh Ahmad, At-Thabrani dan Ibnu Hatim yang bersumber dari Ibnu Mas’ud : bahwa para pembesar Quraisy lewat di hadapan Rasulullah yang sedang duduk bersama-sama Khabab bin Al-Arat, Suhaib, Bilal dan Ammar (Abid-abid yang sudah dimerdekakan). Mereka berkata: “Hai Muhammad, apakah engkau rela duduk setingkat dengan mereka, adakah mereka itu telah diberi nikmat oleh Allah lebih daripada kami? Sekiranya engkau usir mereka, kami akan jadi pengikutmu”. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-An’am ayat 51 – 55) yang melarang kaum mukminin menilai martabat seseorang, karena sesungguhnya Allah yang paling mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur.


Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah : bahwa Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Muth’im bin Adi dan Al-Harts bin Naufal dari kalangan pembesar-pembesar kafir Bani ‘Abdi Manaf datang kepada Abu Thalib dan berkata: “Jika anak saudaramu (Muhammad) mengusir budak, kami akan merasa lebih bangga, dan kami akan lebih taat dan setia kepadanya”.
Adapun budak itu ialah Bilal dan Ammar bin Yasir, Salim maula Abi Hudzaifah, Shalih maula Usaid, Ibnu Mas’ud Al-Miqdad bin Abdillah, Waqid bin Abdillah Al-Hanzhali dan teman-temannya. Lalu Abu Thalib menyampaikan hal itu kepada Nabi SAW. Maka berkatalah Umar bin Khattab: “Sekiranya tuan melaksanakan permintaan mereka, kita lihat nanti apa yang sebenarnya mereka inginkan”. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-An’am ayat 51 – 53) yang memerintahkan kepada Muhammad untuk menyampaikan wahyu yang melarang mengusir orang-orang yang beribadah kepada Allah SWT, dan melarang menilai derajat seseorang, karena sesungguhnya Allah lebih mengetahui orang-orang yang bersyukur kepada-Nya. Setelah itu Umar minta maaf karena ucapannya itu dan turunlah ayat selanjutnya (Al-An’am ayat 54) sebagai jaminan ampunan kepada orang-orang yang tobat akibat berbuat kesalahan, karena ketidaktahuannya.


Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dan yang lainnya yang bersumber dari Khabbab : bahwa Al-Aqra’ bin Habis dan Uyaimah bin Hishnin datang menghadap kepada Rasulullah disaat beliau duduk dikelilingi Shuhaib, Bilal, Ammar bin Yasir dan Khabab dari kalangan kaum mukminin yang dianggap hina. Mereka meminta kepada Nabi dengan sikap penghinaan kepada orang yang hadir untuk dapat berbicara di luar mereka. Dalam pembicaraan tersebut mereka menginginkan agar diadakan suatu majelis khusus untuk menerima delegasi-delegasi pembesar bangsa Arab, karena merasa malu apabila harus duduk bersama-sama dengan orang-orang yang dianggap hina oleh mereka dan mengusulkan agar mereka diusir jika pembesar-pembesar itu datang dan membolehkannya duduk kembali bersama mereka apabila telah selesai. Nabi SAW mengiyakannya. Maka turunlah ayat ini (Al-An’am ayat 52)
Ayat ini dibacakan kepada Al-Aqra dan temannya dengan disambung ayat berikutnya (Al-An’am ayat 53).
Pada waktu itu Rasulullah SAW duduk kembali beserta kaum mukminin dan ketika Al-Aqra akan pergi, Rasulullah berdiri meninggalkan kaum mukminin. Maka turunlah ayat “Washbir nafsaka ma’alladzina yad’uuna Rabbahum” sampai akhir ayat (Al-Kahfi ayat 28), menyuruh Nabi untuk tetap duduk bersama kaum mukminin yang dianggap hina oleh kaum lailim.
Keterangan :
Menurut Ibnu Katsir hadis ini gharib, karena ayat ini Makkiyah, sedang Al-Aqra dan Uyaimah masuk Islam beberapa lama sesudah hijrah.


Diriwayatkan oleh Al-Faryabi dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mahan : Bahwa pada suatu waktu datang menghadap kepada Rasulullah SAW orang-orang yang berkata: “Kami mengerjakan dosa-dosa yang besar”. Rasulullah SAW tidak menjawab apa-apa sampai turun ayat ini (Al-An’am ayat 54) yang menjelaskan bahwa taubat orang-orang yang berbuat dosa tanpa pengetahuan dan kemudian berbuat baik akan diampuni Allah SWT.