“Dan
berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut
akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak
ada seorang pelindung dan pemberi syafaat pun selain dari Allah, agar mereka
bertaqwa”. (Al-An’am : 51)
“Dan
janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di
petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul
tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka dan mereka pun tidak
memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, maka kamu (tidak
berhak) mengusir mereka. (Jika kamu mengusir mereka), niscaya kamu termasuk
orang-orang yang zalim”. (Al-An’am : 52)
“Dan
demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang yang kaya) dengan
sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang kaya itu) berkata:
“Orang-orang semacam inikah diantara kita yang diberi anugerah oleh Allah
kepada mereka?”. (Allah berfirman): “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang
orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?”. (Al-An’am : 53)
“Apabila
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka
katakanlah: “Salaamun ‘alaikum”. Tuhanmu telah menetapkan atas dirinya kasih
sayang, bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran
kebodohan, kemudian ia bertobat setelah mengerjakannya dan mengadakan
perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(Al-An’am : 54)
“Dan
demikianlah Kami terangkan ayat-ayat (Al-Quran), supaya jelas jalan orang-orang
yang saleh dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa”. (Al-An’am :
55)
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim yang bersumber
dari Sa’ad bin Abi Waqqash : bahwa turunnya ayat ini (Al-An’am ayat 52, 53)
berkenaan dengan enam oran, diantaranya Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin
Mas’ud. Kaum kafir Quraisy berkata kepada Nabi SAW: “Usir mereka (keenam orang
hina itu), karena kami malu menjadi pengikutmu setingkat dengan mereka”.
Perkataan itu tidak menyenangkan Nabi. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-An’am
ayat 52, 53) sebagai larangan kepada kaum Mukminin untuk mengadakan penilaian
martabat sesama manusia.
Diriwayatkan oleh Ahmad, At-Thabrani dan Ibnu Hatim yang
bersumber dari Ibnu Mas’ud : bahwa para pembesar Quraisy lewat di hadapan
Rasulullah yang sedang duduk bersama-sama Khabab bin Al-Arat, Suhaib, Bilal dan
Ammar (Abid-abid yang sudah dimerdekakan). Mereka berkata: “Hai Muhammad,
apakah engkau rela duduk setingkat dengan mereka, adakah mereka itu telah
diberi nikmat oleh Allah lebih daripada kami? Sekiranya engkau usir mereka,
kami akan jadi pengikutmu”. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-An’am ayat 51 –
55) yang melarang kaum mukminin menilai martabat seseorang, karena sesungguhnya
Allah yang paling mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah :
bahwa Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Muth’im bin Adi dan Al-Harts bin
Naufal dari kalangan pembesar-pembesar kafir Bani ‘Abdi Manaf datang kepada Abu
Thalib dan berkata: “Jika anak saudaramu (Muhammad) mengusir budak, kami akan
merasa lebih bangga, dan kami akan lebih taat dan setia kepadanya”.
Adapun budak itu ialah Bilal dan Ammar bin Yasir, Salim
maula Abi Hudzaifah, Shalih maula Usaid, Ibnu Mas’ud Al-Miqdad bin Abdillah,
Waqid bin Abdillah Al-Hanzhali dan teman-temannya. Lalu Abu Thalib menyampaikan
hal itu kepada Nabi SAW. Maka berkatalah Umar bin Khattab: “Sekiranya tuan
melaksanakan permintaan mereka, kita lihat nanti apa yang sebenarnya mereka
inginkan”. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-An’am ayat 51 – 53) yang
memerintahkan kepada Muhammad untuk menyampaikan wahyu yang melarang mengusir
orang-orang yang beribadah kepada Allah SWT, dan melarang menilai derajat
seseorang, karena sesungguhnya Allah lebih mengetahui orang-orang yang
bersyukur kepada-Nya. Setelah itu Umar minta maaf karena ucapannya itu dan
turunlah ayat selanjutnya (Al-An’am ayat 54) sebagai jaminan ampunan kepada
orang-orang yang tobat akibat berbuat kesalahan, karena ketidaktahuannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dan yang
lainnya yang bersumber dari Khabbab : bahwa Al-Aqra’ bin Habis dan Uyaimah bin
Hishnin datang menghadap kepada Rasulullah disaat beliau duduk dikelilingi
Shuhaib, Bilal, Ammar bin Yasir dan Khabab dari kalangan kaum mukminin yang
dianggap hina. Mereka meminta kepada Nabi dengan sikap penghinaan kepada orang
yang hadir untuk dapat berbicara di luar mereka. Dalam pembicaraan tersebut
mereka menginginkan agar diadakan suatu majelis khusus untuk menerima
delegasi-delegasi pembesar bangsa Arab, karena merasa malu apabila harus duduk
bersama-sama dengan orang-orang yang dianggap hina oleh mereka dan mengusulkan
agar mereka diusir jika pembesar-pembesar itu datang dan membolehkannya duduk
kembali bersama mereka apabila telah selesai. Nabi SAW mengiyakannya. Maka
turunlah ayat ini (Al-An’am ayat 52)
Ayat ini dibacakan kepada Al-Aqra dan temannya dengan
disambung ayat berikutnya (Al-An’am ayat 53).
Pada waktu itu Rasulullah SAW duduk kembali beserta kaum
mukminin dan ketika Al-Aqra akan pergi, Rasulullah berdiri meninggalkan kaum
mukminin. Maka turunlah ayat “Washbir nafsaka ma’alladzina yad’uuna Rabbahum”
sampai akhir ayat (Al-Kahfi ayat 28), menyuruh Nabi untuk tetap duduk bersama
kaum mukminin yang dianggap hina oleh kaum lailim.
Keterangan :
Menurut Ibnu Katsir hadis ini gharib, karena ayat ini
Makkiyah, sedang Al-Aqra dan Uyaimah masuk Islam beberapa lama sesudah hijrah.
Diriwayatkan oleh Al-Faryabi dan Ibnu Abi Hatim yang
bersumber dari Mahan : Bahwa pada suatu waktu datang menghadap kepada
Rasulullah SAW orang-orang yang berkata: “Kami mengerjakan dosa-dosa yang besar”.
Rasulullah SAW tidak menjawab apa-apa sampai turun ayat ini (Al-An’am ayat 54)
yang menjelaskan bahwa taubat orang-orang yang berbuat dosa tanpa pengetahuan
dan kemudian berbuat baik akan diampuni Allah SWT.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar