“Dan apabila kamu bepergian di
muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu meng-qasarkan salat(mu), jika kamu takut
diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh
yang nyata bagimu”. (An Nisa : 101)
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah
mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka
hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang
senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah
menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pergi ke belakangmu (untuk
menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum salat,
lalu bersalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap-siaga dan
menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap
senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan
tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat suatu
kesusahan karena hujan atau kamu memang sakit; dan bersiap-siagalah kamu. Sesungguhnya
Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang yang kafir itu”. (An Nisa : 102)
“Maka apabila kamu telah
menyelesaikan salat(mu), ingatlahh Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan
di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah
salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (An Nisa : 103)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir
yang bersumber dari Ali: dikemukakan bahwa kaum Bani Najjar bertanya kepada
Rasulullah Saw: “Kami tukang bepergian berniaga, bagaimana salat kami?”. Maka
Allah menurunkan sebagian ayat ini (An Nisa ayat 101) yang membolehkan salat
diqasar. Wahyu tentang ayat ini kemudian terputus sampai “minas salati”.
Di dalam suatu pertempuran yang terjadi setelah turunnya ayat di atas (An Nisa
ayat 101), Rasulullah Saw mendirikan salat Dhuhur. Di saat itulah kaum
musyrikin berkata: “Muhammad dan teman-temannya memberi kesempatan kepada kita
untuk menggempur dari belakang, tidakkah kita perhebat serbuan kepada mereka
sekarang ini?”. Maka berkatalah yang lainnya: “sebaiknya kita ambil kesempatan
lain, karena nanti pun mereka akan melakukan perbuatan serupa di tempat yang
sama”. Maka Allah menurunkan wahyu antara kedua salat itu (Dhuhur dan Ashar)
sebagai lanjutan ayat ini (An Nisa ayat 101) yaitu “in khiftum” sampai “adzabun
muhina” (An Nisa ayat 102) dan kemudian ayat salatul khauf (An Nisa ayat
103).
Diriwayatkan oleh Ahmad dan
Al-hakim dan dishahihkan oleh Al-Baihaki di dalam Kitabnya Ad-dalail yang
bersumber dari Ibnu ‘Iyasy Az-Zurqi. Diriwayatkan pula oleh At-Turmudzi seperti
peristiwa di atas yang bersumber dari Abu Hurairah. Demikian juga Ibnu Jarir
bin Abdillah yang bersumber dari Ibnu Abbas: Dikemukakan ketika Rasulullah Saw
bersama sahabatnya di Asfan datanglah serbuan kaum musyrikin, yang diantaranya
terdapat Khalid bin Walid. Mereka berada di arah kiblat. Kemudian Nabi Saw
mengimami salat dhuhur. Kaum musyrikin berkata: “Alangkah baiknya kalau kita
bisa membunuh pimpinannya dalam keadaan demikian”. Yang lainnya berkata:
“Sebentar lagi akan datang waktu salat dan mereka lebih mencintai salat
daripada anaknya ataupun dirinya
sendiri”. Lalu turunlah Jibril antara waktu dhuhur dan ashar membawa ayat ini
(An Nisa ayat 102).
Diriwayatkan oleh A-Bukhari yang bersumber dari Ibnu
Abbas: bahwa turunnya ayat “in kaana bikum adzam mimmatharin au kuntum
mardha” berkenaan dengan Abdurrahman bin Auf pada waktu menderita luka
parah, ayat ini (An Nisa ayat 102) memperingatkan kepada orang yang sakit/luka
yang tidak mampu menyandangkan senjatanya untuk tetap siap siaga.
4 Komentar
Bagus
BalasTerima kasih atas kunjungannya
BalasAlhamdulillah
BalasAn nisa tidak menjelaskan bahwa sholat itu wajib, kecuali wajib sesuai waktunya
BalasPenulisan markup di komentar