“Dan sesungguhnya mereka hampir
memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat
yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka
mengambil kamu jadi sahabat yang setia”. (Al-Isra : 73)
“Dan kalau Kami tidak memperkuat
(hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka”, (Al-Isra : 74)
“kalau terjadi demikian, benar-benarlah
Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu
(pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat
seorang penolongpun terhadap Kami”. (Al-Isra : 75)
“Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekah) untuk mengusirmu daripadanya dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja”. (Al-Isra : 76)
“Dan katakanlah: "Ya Tuhan-ku,
masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara
keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang
menolong”.
(Al Isra : 80)
Diriwayatkan
oleh Ibnu Marduwaih dan Ibnu Abi Hatim dari Ishak dari Muhammad bin Abi
Muhammad dari ‘Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas : bahwa
Umayyah bin Khalaf dan Abu Jahal bin Hisyam tokoh-tokoh Quraisy datang menghadap
kepada Rasulullah SAW dan berkata: “Hai Muhammad! Mari kita meminta berkah dari
Tuhan Kami, dan kami akan masuk agamamu”. Rasulullah sangat menginginkan mereka
masuk Islam, dan merasa kasihan kepada mereka. Maka Allah menurunkan ayat-ayat
ini (surah Al Isra ayat 73, 74, 75) yang menegaskan bahwa ajakan mereka tidak
perlu diperhatikan karena akan menyesatkan.
Keterangan:
Imam Sayuthi menganggap
bahwa hadis ini paling shahih berkenaan dengan asbab turunnya ayat ini, dan
sanadnya kuat serta mempunyai syahid.
Diriwayatkan
oleh Abus-syeikh yang bersumber dari Sa’id bin Jubair dan Ibnu Syihab : bahwa
Rasulullah SAW mencium Hajar Aswad. Kaum Quraisy berkata: “Kami tidakakan
membiarkan engkau mencium hajar aswad sebelum engkau mencium Tuhan-tuhan kami”.
Maka Rasulullah berkata: “Apa salahnya kalau aku berbuat demikian karena Allah
mengetahui perbuatan-perbuatan itu”. Maka turunlah ayat tersebut (surah Al Isra
ayat 73, 74, 75) sebagai larangan kepada Rasulullah untuk meluluskan permintaan
mereka itu.
Diriwayatkan
oleh Abus-Syeikh yang bersumber dari Jubair bin Nafi : bahwa kaum
Quraisy datang menghadap kepada Nabi SAW dan berkata: “Jika engkau betul diutus
kepada kami, usirlah orang-orang pengikutmu yang hina dan ‘abid-‘abid itu,
nanti kami yang akan menjadi sahabat-sahabatmu”. Nabi condong untuk meluluskan
permintaan mereka. Maka turunlah ayat ini (surah Al Isra ayat 73, 74, 75) yang
melarang Nabi meluluskan permintaan mereka itu.
Diriwayatkan
oleh Abus-Syeikh yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b Al-Quradhi : bahwa Ketika
Nabi SAW membacakan ayat “wan najmi idza hawa...” sampai “afara-aitu
mullata wal uzza” (surat Al Qomar ayat 1-19), setan menyelipkan perkataan “tilkal
gharaniqul ‘ula wa inna syafa’atuhunna laturtaja”, maka turunlah ayat
tersebut di atas (surah Al Isra ayat 73, 74, 75) yang melarang untuk menggubris
ocehan setan.
Sejak itu Nabi
SAW merasa bingung, sehingga turunlah ayat (surat Al Hajj ayat 52) yang
menegaskan bahwa apa-apa yang diturunkan oleh Allah tidak akan dapat dicampur
baurkan dengan perbuatan makhluk-Nya.
Keterangan:
Berdasarkan riwayat-riwayat
tersebut ayat ini diturunkan di Mekah dan ada pula orang yang menganggap bahwa
ayat-ayat ini diturunkan di Madinah berdasakan riwayat di bawah berikut
Diriwayatkan
oleh Ibnu Marduwaih dari Al-Ufi yang bersumber dari Ibnu Abbas (hadis ini
sanadnya dha’if) : bahwa suatu kaum berkata kepada Nabi SAW: “Berilah kami
tempo satu tahun agar kami dapat mengumpulkan dan menerima hidayah untuk
Tuhan-tuhan kami. Jika sudah banyak terkumpul akan masuk Islam”. Hampir saja
Rasulullah SAW memberi tempo kepada mereka. Maka turunlah ayat ini (surat Al
Isra ayat 73, 74, 75) sebagai larangan untuk mengabulkan permintaan mereka.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim dan Al-Baihaki di dalam Ad-Dalail dari hadis Syahr bin
Hausyab yang bersumber dari Abdurrahman bin Ghanam : bahwa
orang-orang Yahudi datang (untuk menghasut) kepada Nabi SAW dengan berkata: “Sekiranya
engkau benar-benar seorang Nabi, pergilah ke Syam, karena Syam itu tempat
berkumpul dan tempat tinggal para Nabi”. Rasulullah percaya akan omongan mereka
dan berkesan di dalam hatinya. Ketika peristiwa Tabuk Rasulullah bermaksud
menuju Syam. Sesampainya di Tabuk Allah menurunkan ayat-ayat ini (Al Isra ayat
73, 74, 75) diakhiri dengan ayat 76, sebagai pemberitahuan kepada Rasulullah bahwa
kaum Yahudi itu bermaksud mengeluarkan beliau dari Madinah, dan diperintah
supaya pulang kembali ke Madinah. Berkata Jibril kepada Nabi SAW: “Mintalah
kepada Tuhanmu karena tiap-tiap Nabi ada permintaannya”. Maka Nabi berkata: “Apa
yang engkau suruh aku minta kepada-Nya”. Jibril berkata: “Mohonlah: ‘Rabbi
adkhilni mudkhala shidqin wa akhrijni mukhraja shidqin waj’al li min ladunka
sulthanan Nashira” (surah Al Isra ayat 80).
Ayat ini (surat
Al Isra ayat 73, 74, 75, 76 dan 80) turun berkenaan dengan keharusan Rasulullah
pulang dari Tabuk.
Keterangan:
Hadis ini
mursal, sanadnya dha’if dan ada syahidnya (saksinya) seperti hadis di bawah ini
Diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi yang bersumber dari Ibnu Abbas : bahwa ayat
ini (surah Al Isra ayat 80) turun saat Nabi melaksanakan hijrah dari Mekah ke
Madinah.
Keterangan:
Berdasarkan
riwayat ini jelaslah bahwa ayat ini diturunkan di Mekah dan Ibnu Marduwaih
meriwayatkan dengan lafadz yang jelas.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar