An-Nur ayat 11 - 22
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu
buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari
mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara
mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar”. (Q.S.
An-Nur: 11)
“Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu
orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka
sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang
nyata". (Q.S. An-Nur: 12)
“Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat
orang saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak mendatangkan
saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta”. (Q.S.
An-Nur: 13)
“Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu”. (Q.S. An-Nur: 14)
“(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari
mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui
sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada
sisi Allah adalah besar”. (Q.S.
An-Nur: 15)
“Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita
bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha
Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar". (Q.S. An-Nur: 16)
“Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat
yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman”. (Q.S. An-Nur: 17)
“dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. An-Nur: 18)
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita)
perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi
mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (Q.S.
An-Nur: 19)
“Dan sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya
kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu
akan ditimpa azab yang besar)”. (Q.S.
An-Nur: 20)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan,
maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang
mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu
sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan
keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. An-Nur: 21)
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan
kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan)
kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang
berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada.
Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S.
An-Nur: 22)
Diriwayatkan oleh As-Syaikhani dan lainnya yang bersumber dari Aisyah ra, diriwayatkan pula oleh At-Thabrani yang bersumber dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar, diriwayatkan pula oleh Al-Bazzar yang bersumber dari Abi Hurairah dan Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Abil Yasar : bahwa Rasulullah SAW apabila akan bepergian, mengundi dahulu, siapa diantara istrinya yang akan dibawa ikut serta dalam perjalanan itu. Demikian juga Rasulullah SAW mengundi istrinya yang akan dibawa ke medan perang. Pada suatu hari dan kejadiannya setelah turun ayat hijab, kebetulan Aisyah terundi untuk dibawa. Aisyah digotong di atas tandu, dan tandu itu ditaruh di atas unta untuk kemudian berangkat. Setelah selesai peperangan dan di waktu pulang hampir mendekati Madinah, Rasulullah memberi izin untuk berhenti sebentar pada waktu malam. Aisyah turun dan pergi buang air. Ketika sampai kembali ke tempatnya, Aisyah meraba dadanya, ternyata kalungnya hilang, sehingga ia kembali lagi ke tempat ia buang air untuk mencari kalungnya yang hilang. Lama ia mencarinya, dan orang-orang yang memikul tandunya mengangkat kembali tandu itu ke atas unta yang dinaikinya. Mereka mengira bahwa Aisyah ada didalamnya, karena wanita-wanita pada waktu itu badannya enteng dan langsing, sehingga tidak begitu terasa bedanya antara tandu kosong dengan yang berisi.
Kalung itu akhirnya ditemukan kembali oleh Aisyah setelah pasukan Rasulullah berangkat, sehingga tak seorang pun terdapat disitu. Aisyah duduk di tempat pemberhentian tadi dengagn harapan orang-orang akan menjemputnya atau mencarinya kembali. Ketika duduk di tempat tersebut Aisyah mengantuk dan akhirnya tertidur. Kebetulan Shafwan bin Al-Mu'atthal yang tertinggal oleh pasukan karena suatu halangan pada hari itu sampai ke tempat pemberhentian Aisyah dan melihat ada benda hitam seperti bayangan manusia. Ia dapat mengenali Aisyah karena sebelum turun ayat hijab pernah melihatnya. Aisyah terbangun karena Shafwan mengucapkan "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un". Seketika itu Aisyah segera menutup wajahnya dengan kerudungnya. Tidak sepatah katapun diucapkan Aisyah dan ia tidak mendengar kalimat apapun yang diucapkan Shafwan kecuali ucapan inna lillahi tadi. Kemudian untanya disuruh berlutut agar Aisyah dapat naik di atas unta tersebut, dan ia pun menuntun unta itu sehingga sampai ke tempat pasuukan yang sedang berteduh di tengah hari. Hal itulah yang terjadi pada diri Aisyah.
Maka celakalah orang yang menuduhnya dengan fitnah yang dilancarkan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul.
Ketika sampai ke Madinah Aisyah menderita sakit selama satu bulan, dan orang-orang menyebarluaskan fitnah yang dibuat oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, tetapi Aisyah sendiri tidak mengetahuinya.
Setelah Aisyah merasa mendingan dari sakitnya, ia memaksakan diri dibimbing Ummu Misthah pergi buang air. Ummu Misthah tergelincir dan latah dengan ucapan "celaka anakku si Misthah", Aisyah bertanya: "Mengapa engkau berkata demikian, mencaci maki seseorang yang ikut serta dalam perang Badar". Ummu Misthah berkata: "Wahai jungjunanku! tidaklah engkau mendengar apa yang ia katakan". Aisyah bertanya: "Apa yang ia katakan?". Lalu Ummu Misthah menceritakan fitnah yang tersebar sehingga bertambahlah sakit Aisyah. Ketika pada suatu hari Rasulullah datang kepadanya (beliau tidak seperti biasa memperlakukan Aisyah), oleh karena itu, Aisyah meminta izin pergi kepada ibu bapaknya untuk meyakinkan kabar yang tersebar itu. Rasulullah mengizinkannya, dan ketika sampai di rumah orangtuanya Aisyah berkata kepada ibunya: "Wahai ibuku! apa yang mereka katakan tentang diriku?". Ia menjawab: "Wahai anakku! Demi Allah tabahkanlah hatimu, sangat sedikit wanita cantik dan dicintai suaminya serta dimadu, pasti banyak yang akan menghasutnya". Aisyah berkata: "Subhanallah, apakah sampai demikian orang-orang memperbincangkanku, dan apakah hal ini sampai pada Rasulullah?". Ibunya mengiyakan. Aisyah pun menangis malam itu hingga pagi sehingga air matanya tak henti-hentinya mengalir.
Pada suatu hari Rasulullah SAW memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zzaid untuk membicarakan perceraian dengan istrinya, karena wahyu tidak turun.
Usamah mengemukakan pendapatnya bahwa sepanjang pengetahuannya keluarga Rasul itu adalah orang baik. Ia berkata: "Ya Rasulallah, mereka itu adalah keluarga tuan dan kami mengetahui bahwa mereka itu baik".
Adapun Ali berkata: "Allah selalu tidak menyempitkan tuan. Disamping itu masih banyak wanita selain daripadanya. Untuk itu sebaiknya tuan bertanya kepada Barirah (pembantu rumah tangga Aisyah), pasti ia akan menerangkan yang benar".
Kemudian Rasulullah memanggil Barirah, dan bertanya: "Wahai Barirah, apakah engkau melihat yang meragukanmu tentang Aisyah?". Ia menjawab: "Demi Allah yang telah mengutus tuan dengan hak, jika aku melihat daripadanya sesuatu hal tentu takkan aku sembunyikan, tiada lebih, ia seorang yang masih sangat muda, masih suka tertidur di samping tepung yang sedang diadoni, dan membiarkan ternaknya makan tepung itu karena tertidur".
Maka berdirilah Rasulullah di atas mimbarmeminta bukti dari Abdullah bin Ubay bin Salul dengan berkata: "Wahai kaum muslimin, siapakah yang dapat menunjukkan orangnya yang telah menyakiti keluargaku, karena demi Allah aku tidak mengetahui tentang istriku kecuali kebaikan".
Disaat itu Aisyah sedang menangis seharian tidak henti-hentinya, demikian juga pada malam harinya air matanya mengalir dan tidak sekejap pun dapat tidur, dan ibu bapaknya mengira bahwa tangisannya akan membelah jantungnya.
Ketika orangtuanya menunggui Aisyah menangis, datanglah seorang wanita Anshar meminta izin masuk, dan Aisyah pun mengizinkannya serta duduk dan menangis bersamanya.
Ketika itu datanglah Rasulullah SAW memberi salam dan duduk serta membaca syahadat dan berkata: "Amma ba'du, wahai Aisyah! Sesungguhnya telah sampai ke telingaku hal-hal mengenai dirimu, sekiranya engkau bersih, maka Allah akan membersihkanmu, dan jika engkau melakukan dosa, maka mintalah ampun kepada Allah, sesungguhnya seseorang yang mengakui dosanya kemudian bertobat, Allah akan menerima tobatnya". Setelah beliau selesai berbicara berkatalah Aisyah kepada ayahnya: "Coba jawabkan untukku wahai ayahku". Abu Bakar (ayahnya) menjawab: "Apa yang mesti aku katakan?". Lalu Aisyah berkata kepada ibunya: "Coba jawab perkataan Rasulullah untukku wahai ibuku". Ibunya menjawab: "Demi Allah, apa yang mesti aku katakan". Akhirnya Aisyah pun menjawab: "Aku ini seorang wanita yang masih sangat muda. Demi Allah sesungguhnya aku mengetahui bahwa tuan telah mendengar apa-apa dan terkena di hati tuan bahkan tuan mempercayainya. Sekiranya aku berkata bahwa aku bersih, dan Allah mengetahui bahwa aku bersih, tuan tidak akan mempercayainya".
Peristiwa ini terjadi setelah sebulan lamanya tidak turun wahyu berkenaan dengan peristiwa Aisyah.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Aisyah berkata: "Sekiranya aku mengetahui (mengakui) bahwa aku melakukan sesuatu perbuatan, padahal Allah mengetahui bahwa aku suci dari perbuatan itu, pasti tuan akan mempercayai aku. Demi Allah aku tidak mendapatkan suatu perumpamaan yang sejalan dengan peristiwa kita ini kecuali apa yang diucapkan oleh ayah Nabi yusuf Fashabrun jamilun wallahul musta'anu' ala ma tashifun (surat Yusuf ayat 18)".
Setelah itu ia pun pindah dan berbaring di tempat tidurnya.
Belum sempat Rasulullah meninggalkan tempat duduknya dan tak seorang pun dari isi rumah yang keluar, Allah menurunkan wahyu kepada rasul-Nya, dan tampak sekali Rasulullah kepayahan sebagaimana biasa apabila menerima wahyu. Setelah selesai turunnya wahyu, kalimat pertama yang diucapkan Rasulullah SAW ialah: "Bergembiralah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah telah membersihkanmu". Maka berkatalah ibunya kepada Aisyah: "Bangun dan menghadaplah kepadanya". Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak akan bangun dan menghadap kepadanya, dan aku tidak memuji syukur kecuali kepada Allah yang telah menurunkan ayat yang menyatakan kesucianku". yaitu ayat "innal-ladzina ja-u bil ifki 'ushbatun minkum..." hingga sepuluh ayat (surat An-Nur ayat 11 - 20).
Setelah kejadian itu Abu Bakar yang biasanya memberi nafkah kepada Misthah karena kekerabatan dan kefakirannya, berkata: "Demi Allah, aku tidak akan memberi nafkah lagi kepada Misthah karena ucapannya tentang Aisyah". Maka turunlah ayat selanjutnya (surat An-Nur ayat 22) sebagai teguran kepada orang-orang yang bersumpah tidak akan memberi nafkah kepada kerabat, fakir dan lain-lain karena merasa disakiti hatinya oleh mereka.
Berkatalah Abu Bakar: "Demi Allah, sesungguhnya aku mengharapkan ampunan dari Allah". Ia pun terus menafkahi Misthah sebagaimana sediakala.
Komentar
Posting Komentar