An-Nur ayat 4 dan 6
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima
kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.S. An-Nur : 4)
“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.” (Q.S. An-Nur : 6)
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari jalan Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas: bahwa Hilal bin Umayyah mengadukan kepada Rasulullah SAW bahwa istrinya berzina. Nabi SAW meminta bukti, kalau tidak ia sendiri yang akan dicambuk. Hilal berkata: "Ya Rasulallah! sekiranya salah seorang dari kami melihat beserta istrinya terdapat seorang laki-laki, apakah ia mesti mencari saksi lebih dahulu?". Nabi SAW tetap meminta bukti atau ia sendiri yang dicambuk. Berkata Hilal: "Demi Allah, Dzat Yang mengutus engkau dengan haq, sesungguhnya aku benar dan mudah-mudahan Allah menurunkan sesuatu yang menghindarkan dari hukum cambuk". Maka turunlah Jibril membawa ayat ini (Surat An-Nur ayat 6) sebagai petunjuk bagaimana seharusnya menyelesaikan masalah seperti ini.
Diriwayatkan oleh Ahmad. Diriwayatkan pula oleh Abu Ya'la yang bersumber dari Anas: bahwa ketika turun ayat "walladzina yarmunal mushanati..." sampai syahadatan abada", berkatalah Sa'ad bin 'Ubadah seorang pimpinan kaum Anshar: "Apakah demikian lafaz ayat itu ya Rasulallah?". Bersabdalah Rasulullah: "Hai kaum Anshar! Tidakkah kalian dengar ucapan pemimpinmu itu?". Berkatalah kaum Anshar: "Ya Rasulallah, janganlah tuan mencelanya. Sesungguhnya ia seorang yang sangat cemburu. Demi Allah, karena sangat cemburunya, tidak seorang pun yang berani menikahi wanita yang disukai Sa'd".
Berkatalah Sa'd: "Ya Rasulallah, sesungguhnya aku tahu bahwa ayat ini hak dan ayat ini dari Allah, akan tetapi aku merasa aneh apabila aku dapatkan wanita jahat yang beradu paha dengan seorang laki-laki, dan aku tidak boleh memisahkan atau mengusiknya sebelum aku membawa empat orang saksi. Demi Allah, aku tidak akan mendatangkan (empat orang saksi) sebelum mereka selesai memuaskan nafsunya".
Beberapa hari kemudian terjadilah suatu peristiwa yang dialami oleh Hilal bin Umayyah (salah seorang diantara tiga orang yang diampuni Allah karena tidak turun pada peristiwa Tabuk). Ia mengadu kepada Rasulullah SAW tentang kejadian yang dialaminya pada malam hari ketika ia pulang dari kebunnya. Ia melihat dengan matanya sendiri dan mendengar dengan telinganya bahwa istrinya sedang ditiduri seorang laki-laki akan tetapi ia dapat menahan diri sebelum mengadukannya kepada Rasulullah.
Pengaduan ini menyebabkan Rasulullah tidak merasa senang dan bahkan menyulitkannya.
Maka berkumpullah kaum Anshar membicarakan peristiwa Hilal itu, mereka berkata: "Kita telah diuji dengan apa yang dikatakan oleh Sa'd bin Ubadah, dan sekarang Rasulullah pasti membatalkan kesaksian Hilal dan akan menjilidnya (menghukum dengan pukulan).
Berkatalah Hilal: "Demi Allah, sesungguhnya aku mengharap agar Allah memberikan jalan keluar bagiku". Kaum Anshar berkata: "Pasti Rasulullah akan memerintahkan menghukum Hilal". Maka turunlah ayat ini (surat An-Nur ayat 6) sehingga mereka menangguhkan hukuman terhadap Hilal itu. Ayat ini menegaskan bahwa seorang yang menuduh istrinya berzina dapat diterima pengaduannya apabila ia bersumpah empat kali.
Diriwayatkan oleh As-Syaikhani dan lainnya yang bersumber dari Sahl bin Sa'd: bahwa 'Uwaimir datang kepada 'Ashim bin 'Adi sambil meminta bantuannya: "Tolong tanyakan kepada Rasulullah, bagaimana pendapatnya jika seorang laki-laki mendapat istrinya ditiduri orang lain, apakah ia boleh membunuhnya, kemudian si pembunuh itu dihukum bunuh, atau hukuman apa yang harus dikenakan kepada pezina tadi?". 'Ashim menanyakan hal ini kepada Rasulullah akan tetapi Rasulullah SAW mencela pertanyaan itu.
Ketika bertemu kembali dengan 'Uwaimir ia berkata bahwa masalah yang diajukannya itu tidak memberi kebaikan kepadanya, malah dicela oleh Rasulullah SAW.
Berkatalah 'Uwaimir: "Aku akan datang sendiri bertanya kepada Rasulullah SAW". Bersabdalah Rasulullah SAW: "Sesungguhnya telah turun ayat berkenaan denganmu dan istrimu" (surat An-Nur ayat 6)
Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari Zaid bin Mu'thi yang bersumber dari Hudzaifah: bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Abu Bakar: "Apa yang engkau perbuat sekiranya engkau melihat seorang laki-laki (tidur) bersama Ummu Ruman (istrimu)?". Abu Bakar menjawab: "Tentu aku akan menghajarnya". Kemudian Rasulullah bertanya seperti itu kepada Umar. Umar menjawab: "Aku akan meminta kepada Allah untuk melaknat orang jahat yang tidak mampu menahan hawa nafsunya". Maka turunlah ayat ini (surat An-nur ayat 6) sebagai ketentuan hukumnya.
Dalam kitab tafsir At-Thabari dikemukakan hadits lain yang bersumber dari Sahl bin Sa'd sebagai berikut: Seorang laki-laki Anshar menghadap kepada Rasulullah SAW dan bertanya: "Bagaimana pendapat tuan apabila seorang laki-laki mendapatkan istrinya bersama dengan laki-laki lain. Apakah harus dibunuh, dan si suami dihukum bunuh karena membunuh laki-laki itu? atau apa yang harus dilakukan?".
Maka turunlah ayat berkenaan dengan kejadian ini (surat An-Nur ayat 6, 7, 8, 9).
Dalam hadits itu seterusnya dikemukakan bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada laki-laki itu: "Allah telah menetapkan hukum terhadapmu dan istrimu, bersumpahlah kalian di hadapanku?".
Kemudian Rasulullah SAW mem-fasakh-kan (menceraikan) kedua orang itu. Sesudah kejadian itu tiap-tiap yang bersumpah laknat-melaknati ditetapkan fasakh nikahnya.
Setelah itu istrinya hamil. Akan tetapi suaminya tadi tidak mengakui anak itu, sehingga anak itu kemudian dinasabkan kepada ibunya, bahkan masalah warisan pun terputus dari ayahnya.
Berkatalah Al-Hafidh Ibnu Hajar: "Ikhtilaf para imam didalam persoalan ini, diantaranya ada yang menarjihkan bahwa ayat ini (surat An-Nur ayat 6) turun berkenaan dengan 'Uwaimir, dan ada lagi yang menarjihkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Hilal, dan diantaranya ada yang menyatakan kedua peristiwa itu sebagai sebab turunnya ayat itu.
Pendapat yang ketiga ini dikemukakan oleh Imam Nawawi yang diikuti oleh Al-Khatib.
Kemudian Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata bahwa turunnya ayat ini berkenaan dengan peristiwa Hilal, dan ketika 'Uwaimir menghadap Rasulullah, ia tidak mengetahui peristiwa Hilal sehingga Nabi SAW memberikan kisah Hilal dengan ketetapan hukumnya. Oleh karena itu riwayat yang mengisahkan Hilal disebutkan: "Maka turunlah Jibril", sedangkan dalam kisah 'Uwaimir disebutkan: "Allah telah menurunkan berkenaan denganmu".
Ibnu Hajar mengartikan "Allah telah menurunkan ayat berkenaan denganmu" ialah "Allah telah menurunkan ayat berkenaan dengan peristiwa Hilal", sesuai dengan apa yang dialami 'Uwaimir.
Komentar
Posting Komentar